Pada Bulan Dzulhijjah
Di antara ibadah yang
disyari’atkan dan dianjurkan untuk diperbanyak memasuki 10 hari pertama
bulan Dzulhijjah adalah Takbir. Ibadah ini masih terus berlanjut
hingga selesainya hari-hari Tasyriq. Ada dua jenis takbir yang
disyariatkan pada hari-hari tersebut, yang disebut dengan Takbir
Muthlaq dan Takbir Muqayyad. Bagaimana itu? Untuk mendapatkan
keterangan yang jelas berdasarkan bimbingan ilmu yang benar, kami
turunkan secara berseri keterangan para ‘ulama besar dalam masalah ini.
Keterangan Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhuts Al-‘Ilmiyyah wa Al-Ifta` (Komisi Tetap untuk Riset Ilmiah dan Fatwa) [1]
Pertanyaan
: Bagaimana pendapat anda tentang Takbir Muthlaq pada ‘Idul Adh-ha
saja? Apakah terus berlanjut hingga akhir hari ke-13 Dzulhijjah ataukah
tidak? Apakah ada perbedaan antara orang yang sedang berhaji dengan
yang tidak sedang berhaji?
Jawab : Takbir Mutlaq terus
berlanjut hingga penghujung hari terakhir hari-hari tasyriq (yakni
akhir tanggal 13 Dzulhijjah). Tidak ada perbedaan dalam hal ini antara
orang yang sedang menunaikan ibadah haji dengan yang tidak. Berdasarkan
firman Allah :
وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ
dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan (Al-Hajj : 28)
dan firman Allah Ta’ala :
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ
Dan sebutlah nama Allah pada hari-hari yang tertentu. (Al-Baqarah : 203)
hari-hari
yang telah ditentukan adalah 10 hari pertama Dzulhijjah. Sedangkan
hari-hari yang tertentu adalah hari-hari Tasyriq. Hal ini dikatakan oleh
shahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, sebagaimana disebutkan oleh
Al-Bukhari dari beliau.
Al-Bukhari juga berkata, “Dulu
shahabat Ibnu ‘Umar dan shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum
keluar ke pasar pada 10 hari pertama Dzulhijjah seraya bertakbir, dan
umat manusia pun bertakbir karena takbir beliau berdua.”
Dan
dalam Shahih Al-Bukhari secara mu’allaq, “Bahwa dulu Ibnu ‘Umar
bertakbir di Mina pada hari-hari tersebut, (juga) setiap selesai shalat
wajib, ketika berada di atas pembaringannya, ketika berada di
tendanya, ketika duduk, maupun ketika berjalan, pada seluruh hari-hari
tersebut.”
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Fatwa no. 1185
Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhuts Al-‘Ilmiyyah wa Al-Ifta`
Ketua : ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz
Wakil Ketua : ‘Abdurrazzaq ‘Afifi
Anggota : ‘Abdullah bin Ghudayyan
Anggota : ‘Abdullah bin Mani’
* * *
Pertanyaan
: Saya mendengar sebagian orang bertakbir pada hari-hari Tasyriq,
mereka bertakbir setiap selesai shalat hingga waktu ‘Ashr Tasyriq hari
ke-3 (yakni tanggal 13 Dzulhijjah). Apakah itu benar atau tidak?
Jawab
: Disyari’atkan pada hari Raya ‘Idul Adh-ha Takbir Muthlaq dan Takbir
Muqayyad. Adapun Takbir Muthlaq dilakukan pada semua waktu (setiap
saat) sejak masuknya bulan Dzulhijjah sampai akhir hari Tasyriq. Adapun
Takbir Muqayyad, dilakukan setiap selesai shalat fardhu, dimulai sejak
shalat shubuh hari ‘Arafah (9 Dzulhijjah) hingga shalat ‘Ashr hari
Tasyriq yang terakhir.
Disyari’atkannya takbir tersebut telah ditunjukkan oleh ijma’ dan perbuatan para shahabat radhiyallahu ‘anhum.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Fatwa no. 10.777
Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhuts Al-‘Ilmiyyah wa Al-Ifta`
Ketua : ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz
Wakil Ketua : ‘Abdurrazzaq ‘Afifi
Anggota : ‘Abdullah bin Ghudayyan
[1]
Adalah sebuah lembaga di Kerajaan Saudi ‘Arabia yang mengemban amanah
melakukan riset ilmiah dan fatwa-fatwa berdasarkan Al-Qur`an dan
As-Sunnah berdasarkan manhaj para salafush shalih. Duduk di majelis yang
mulia ini adalah para ‘ulama besar Ahlus Sunnah, yang memiliki
kapasitas keilmuan, ketaqwaan, dan keshalihan yang diterima dan
dipercaya oleh umat. Antara lain, Asy-Syaikh Al-‘Allamah ‘Abdul ‘Aziz
bin Baz rahimahullah (beliau ketika itu sebagai ketua), Asy-Syaikh
‘Abdurrazzaq ‘Afifi, Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Alu Asy-Syaikh (beliau
sebagai ketua sekarang), Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, Asy-Syaikh
‘Abdullah bin Ghudayyan, dan masih sangat banyak lagi.
Komisi
Tetap ini telah banyak fatwa-fatwanya dalam menjawab berbagai problem
kentemporer dari berbagai belahan dunia. Fatwa-fatwa mereka sangat
dicari dan dibutuhkan oleh umat, karena bobot dan kualitas ilmiah yang
sangat tinggi, di samping bobot dan kualitas para ‘ulama yang duduk
padanya. Ciri khas yang sangat menonjol adalah komitmen yang tinggi
terhadap dalil-dalil Al-Qur`an dan As-Sunnah dengan manhaj para salafush
shalih dari kalangan para shahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in, serta
para ‘ulama Ahlus sunnah setelahnya. Tidak ada keterikatan - apalagi
fanatik - terhadap madzhab tertentu. Hal-hal tersebut di antara yang
membuat majelis ini tidak lagi hanya milik Kerajaan Saudi ‘Arabia saja,
tapi seakan menjadi milik dunia Islam international.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang komisi fatwa ini silakan kunjungi http://www.alifta.com
(Sumber http://www.assalafy.org/mahad/?p=400#more-400)
Samahatusy Syaikh Al-‘Allamah ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah
Kepada Fadhilatusy Syaikh Al-Mukarram ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz hafizhahullah setelah penghormatan dan pemuliaan :
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Semoga
Allah senantiasa menjaga kami dan anda di atas nikmat Islam. Diiringi
dengan pertanyaan tentang kondisi kesehatan anda … semoga Allah tetap
menjaga anda terus berada di atas ketaatan kepada-Nya.
Kami
memohon fatwa tentang Takbir Muthlaq pada hari Raya ‘Idul ‘Adh-ha.
Apakah takbir setiap selesai shalat lima waktu termasuk Takbir Muthlaq
ataukah tidak? Apakah itu sunnah, mustahab (dianjurkan), ataukah bid’ah?
Karena telah terjadi banyak perdebatan dalam masalah ini.
* * *
Dari ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz kepada Saudara yang Mulia M-‘A-M waffaqahullah - amin
سلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Surat
anda tertanggal 24/2/1387 H telah sampai, washshalakumullah bihudahu,
isi kandungannya berupa pertanyaan adalah telah diketahui.
Jawaban atas pertanyaan anda adalah sebagai berikut :
الحمد لله وصلى الله وسلم على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن اهتدى بهداه
Takbir
pada ‘Idul ‘Adh-ha merupakan ibadah yang disyariatkan sejak awal bulan
sampai akhir hari ke-13 bulan Dzulhijjah. Berdasarkan firman Allah :
وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ
dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan (Al-Hajj : 28)
yaitu 10 hari pertama Dzulhijjah
dan firman Allah Ta’ala :
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ
Dan sebutlah nama Allah pada hari-hari yang tertentu. (Al-Baqarah : 203)
Yaitu hari-hari Tasyriq.
Juga berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
« أيام التشريق أيام أكل وشرب وذكر الله عز وجل »
Hari-hari
Tasyriq adalah hari-hari untuk menikmati makan dan minum, serta
hari-hari untuk berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Diriwayatkan oleh
Muslim dalam kitab Shahih-nya.
Al-Bukhari menyebutkan
dalam kitab Shahih-nya secara mu’allaq dari shahabat Ibnu ‘Umar dan
shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum,
« أنهما كانا يخرجان إلى السوق أيام العشر فيكبران ويكبر الناس بتكبيرهما »
“Bahwa
keduanya dulu keluar ke pasar pada 10 hari pertama (Dzulhijjah) dan
bertakbir. Maka umat pun bertakbir dengan takbir kedua shahabat
tersebut.”
Dulu ‘Umar bin Al-Khaththab dan anaknya,
‘Abdullah radhiyallahu ‘anhuma bertakbir di hari-hari Mina di masjid
maupun di kemah, keduanya mengeraskan suaranya sehingga Mina bergetar
dengan takbir.
Diriwayatkan juga dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan sejumlah shahabat radhiyallahu ‘anhum takbir
setiap selesai shalat lima waktu mulai sejak shalat Shubuh hari ‘Arafah
(9 Dzulhijjah) hingga shalat ‘Ashr hari ke-13 bulan Dzulhijjah. Ini
berlaku bagi orang yang tidak sedang berhaji.
Adapun
orang yang sedang berhaji maka dalam kondisi ihramnya dia menyibukkan
diri dengan mengucapkan talbiyah sampai melempar jumrah ‘aqabah pada
hari Nahr (hari ke-10 Dzulhijjah). Adapun setelah itu, dia menyibukkan
diri dengan takbir. Ia bertakbir pada lemparan pertama ketika melempar
jumrah. Jika bertakbir sambir bertalbiyah maka tidak mengapa.
Berdasarkan perkataan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu :
« كان يلبي الملبي يوم عرفة فلا ينكر عليه، ويكبر المكبر فلا ينكر عليه »
“Dulu
seorang bertalbiyah pada hari ‘Arafah, tidak ada yang mengingkarinya.
Dan seorang bertakbir, tidak ada yang mengingkarinya.” (HR. Al-Bukhari
970)
Namun yang afdhal (utama) bagi seorang yang berihram
adalah mengucapkan talbiyah. Adapun bagi seorang yang tidak berihram
yang afdhal adalah bertakbir pada hari-hari tersebut.
Dengan
demikian, kita tahu bahwa Takbir Muthlaq dan Takbir Muqayyad - menurut
pendapat ‘ulama yang paling benar - bertemu pada lima hari, yaitu :
Hari ‘Arafah (9 Dzulhijjah), Hari Nahr (10 Dzulhijjah), dan hari-hari
Tasyriq (11,12,13 Dzulhijjah).
Adapun hari ke-8 dan
sebelumnya hingga awal bulan, takbir padanya adalah Takbir Muthlaq,
tidak ada muqayyad padanya berdasarkan ayat-ayat dan riwayat-riwayat di
atas.
Dalam kitab Musnad, dari shahabat Ibnu ‘Umar
radhiyallahu ‘anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
beliau bersabda :
« ما من أيام أعظم عند الله ولا أحب إليه العمل فيهن من هذه الأيام العشر فأكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد »
Tidak
ada hari yang lebih mulia di sisi Allah dan tidak ada amalan yang
lebih dicintai oleh-Nya pada hari-hari tersebut, dibanding 10 hari
pertama (Dzulhijjah) tersebut. Maka perbanyaklah padanya tahlil,
takbir, dan tahmid. (HR. Ahmad)
* * *
Fadhilatusy Syaikh Al-‘Allamah Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah
1. Takbir Muthlaq terdapat pada dua tempat :
Pertama : Malam ‘Idul Fithri, sejak terbenam Matahari sampai selesainya shalat ‘Id
Kedua
: 10 Dzulhijjah, sejak masuk bulan Dzulhijjah sampai waktu fajar Hari
‘Arafah, dan pendapat yang benar masih terus berlanjut hingga hari
terakhir hari-hari Tasyriq (yakni hari ke-13). [1]
2. Takbir Muqayyad sejak selesai shalat ‘Idul Adh-ha sampai waktu ‘Ashr hari Tasyriq yang terakhir (hari ke-13)
3.
Takbir Gabungan, antara Muthlaq dan Muqayyad, sejak terbit fajar
(waktu Shubuh) hari ‘Arafah sampai selesai shalat ‘Idul Adh-ha, dan
pendapat yang benar terus berlanjut sampai terbenam Matahari hari
Tasyriq paling terakhir. [2]
Perbedaan antara Takbir Muthlaq dan Takbir Muqayyad (terikat) :
Takbir
Muthlaq disyari’atkan setiap waktu tidak hanya setiap selesai shalat
fardhu. Jadi pensyari’atannya bersifat mutlak, oleh karena itu dinamakan
Takbir Muthlaq.
Adapun Takbir Muqayyad, disyari’atkan
hanya setiap selesai shalat fardhu, (dengan catatan, terdapat perbedaan
pendapat di kalangan para ‘ulama tentang jenis shalat yang
disyari’atkan setelahnya takbir). Jadi pensyari’atannya terikat dengan
shalat, oleh karena itu dinamakan dengan Takbir Muqayyad (terikat).
Wallahu a’lam,
[1]
Yakni terdapat perbedaan pendapat di kalangan ‘ulama tentang batas
akhir Takbir Muthlaq. Sebagian ‘ulama menyatakan berakhir sampai waktu
fajar hari ‘Arafah. Sebagian yang lain berpendapat masih terus
berlanjut, baru berakhir pada akhir hari ke-13. Pendapat kedua inilah
yang dikuatkan oleh Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah. (pent)
[2]
Yakni terdapat perbedaan pendapat di kalangan ‘ulama tentang batas
akhir Takbir Gabungan antara Muthlaq dan Muqayyad. Sebagian ‘ulama
menyatakan berakhir sampai selesainya shalat ‘Idul Adh-ha. Sebagian yang
lain berpendapat masih terus berlanjut, baru berakhir pada akhir hari
ke-13. Pendapat kedua inilah yang dikuatkan oleh Asy-Syaikh
Al-‘Utsaimin rahimahullah. (pent)
(http://www.assalafy.org/mahad/?p=401#more-401)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar