ditulis oleh: Al-Ustadz Saifuddin Zuhri, Lc.
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ
فَلاَ هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَا
أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ
تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. [آل عمران: 102]
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ
وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا
كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ
وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا [النساء: 1]
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ
يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا [الأحزاب: 70-71]
أَمَّا
بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ
هَدْيُ مُحَمَّدٍ n وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا فَإِنَّ كُلَّ
مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي
النَّارِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ
إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Marilah
kita senantiasa bertakwa kepada Allahl dengan menjalankan
perintah-perintah-Nya sekuat kemampuan kita, serta dengan menjauhi
segala larangan-Nya. Dan marilah kita senantiasa mengingat bahwa dunia
yang kita tempati ini bukanlah tempat tinggal selamanya. Bahkan
sebenarnya kita sedang dalam suatu perjalanan menuju tempat tinggal yang
sesungguhnya di alam akhirat nanti. Telah banyak orang yang dulunya
bersama kita atau bahkan dahulu tinggal satu rumah dengan kita, telah
melewati dan meninggalkan dunia ini. Mereka telah meninggalkan tempat
beramal di dunia ini menuju tempat perhitungan dan pembalasan amalan.
Akan segera datang pula saatnya kita menyusul mereka. Maka, marilah kita
manfaatkan dunia ini sebagai tempat mencari bekal untuk kehidupan
akhirat kita. Sungguh seseorang akan menyesal ketika pada hari
perhitungan amal nanti dia datang dalam keadaan tidak membawa amal
shalih. Allah berfirman:
يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ وَأَنَّى لَهُ الذِّكْرَى. يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي
“Pada
hari itu ingatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi mengingat
itu baginya. Dia mengatakan: ‘Alangkah baiknya kiranya aku dahulu
mengerjakan (amal shalih) untuk hidupku (di akhirat) ini’.” (Al-Fajr:
23-24)
Hadirin yang mudah-mudahan senantiasa dirahmati Allah,
Di
dalam perjalanan hidup di dunia ini, kita akan menjumpai hari-hari
yang Allah l berikan keutamaan di dalamnya. Yaitu dengan
dilipatgandakannya balasan amalan dengan pahala yang berlipat, tidak
seperti hari-hari biasanya. Di antara hari-hari tersebut adalah sepuluh
hari pertama di bulan Dzulhijjah. Hal ini sebagaimana tersebut di dalam
sabda Nabi:
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِـحُ
فِيْهَا أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ هَذِهِ اْلأَيَّامِ- يَعْنِي أَيَّامَ
الْعَشْرِ. قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَلاَ الْـجِهَادُ فِي سَبِيْلِ
اللهِ؟ قَالَ: وَلاَ الْـجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ إِلاَّ رَجُلاً
خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ ثُمَّ لَـمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
“Tidaklah
ada hari yang amal shalih di dalamnya lebih dicintai oleh Allah dari
hari-hari tersebut (yaitu sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah).” Para
sahabat pun bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah jihad di jalan Allah
tidak lebih utama?” Rasulullah n berkata: “Tidaklah jihad lebih utama
(dari beramal di hari-hari tersebut), kecuali orang yang keluar
(berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan
keduanya (karena mati syahid).” (HR. Al-Bukhari)
Saudara-saudaraku kaum muslimin yang mudah-mudahan senantiasa dirahmati Allah,
Pada
sepuluh hari yang pertama ini, kita juga disyariatkan untuk banyak
berdzikir kepada Allah l, baik itu berupa ucapan takbir, tahmid, maupun
tahlil. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah:
“Dan supaya mereka berdzikir menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan.” (Al-Hajj: 28)
Diterangkan
oleh para ulama bahwa hari-hari yang ditentukan pada ayat tersebut
adalah sepuluh hari awal bulan Dzulhijjah. Maka hadits dan ayat tadi
menunjukkan keutamaan hari-hari tersebut dan betapa besarnya rahmat
Allah kepada hamba-hamba-Nya. Karena Allah masih memberikan kesempatan
bagi orang yang belum mampu menjalankan ibadah haji untuk mendapatkan
keutamaan yang besar pula, yaitu beramal shalih pada sepuluh hari
pertama di bulan Dzulhijjah. Sehingga sudah semestinya kaum muslimin
memanfaatkan sepuluh hari pertama ini dengan berbagai amalan ibadah,
seperti berdoa, dzikir, sedekah, dan sebagainya. Termasuk amal ibadah
yang disyariatkan untuk dikerjakan pada hari-hari tersebut –kecuali
hari yang kesepuluh– adalah puasa. Apalagi ketika menjumpai hari
Arafah, yaitu hari kesembilan di bulan Dzulhijjah, sangat ditekankan
bagi kaum muslimin untuk berpuasa yang dikenal dengan istilah puasa
Arafah, kecuali bagi jamaah haji yang sedang wukuf di Arafah. Hal ini
sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi n ketika ditanya tentang puasa
hari Arafah, beliau n menjawab:
يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْـمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ
“(Puasa Arafah) menghapus dosa-dosa setahun yang lalu dan yang akan datang.” (HR. Muslim)
Adapun
bagi para jamaah haji, mereka tidak diperbolehkan untuk berpuasa,
karena pada hari itu mereka harus melakukan wukuf. Karena mereka
memerlukan cukup kekuatan untuk memperbanyak dzikir dan doa pada saat
wukuf di Arafah. Sehingga pada hari tersebut kita semua berharap untuk
mendapatkan keutamaan yang sangat besar serta ampunan dari Allah l.
Karena Nabi n menyebutkan bahwa hari itu adalah hari pengampunan
dosa-dosa dan hari dibebaskannya hamba-hamba yang Allah l kehendaki dari
api neraka. Sebagaimana dalam sabda beliau:
مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللهُ فِيْهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ
“Tidak ada hari yang Allah membebaskan hamba-hamba dari api neraka, lebih banyak daripada di hari Arafah.” (HR. Muslim)
Hadirin rahimakumullah,
Pada
bulan Dzulhijjah juga ada hari yang sangat istimewa yang dikenal
dengan istilah hari nahr. Yaitu hari kesepuluh di bulan tersebut, di
saat kaum muslimin merayakan Idul Adha dan menjalankan shalat Id serta
memulai ibadah penyembelihan qurbannya, sementara para jamaah haji
menyempurnakan amalan hajinya. Begitu pula hari-hari yang datang
setelahnya, yang dikenal dengan istilah hari tasyriq, yaitu hari yang
kesebelas, keduabelas, dan ketigabelas. Allah l mengkhususkan hari-hari
tersebut sebagai hari-hari untuk makan, minum, dan berdzikir. Dan
hari-hari itulah yang menurut keterangan para ulama adalah hari yang
disebutkan dalam firman Allah:
“Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang.” (Al-Baqarah: 203)
Dan Nabi juga menyebutkan tentang hari-hari tersebut:
أَيَّامُ مِنَى أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرٍ لِلهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Hari-hari Mina (hari nahr dan tasyriq) adalah hari-hari makan dan minum serta berdzikir kepada Allah l.” (HR. Muslim)
Saudara-saudaraku kaum muslimin rahimakumullah,
Berkaitan
dengan dzikir yang Allah perintahkan kaum muslimin untuk banyak
mengucapkannya pada hari-hari tasyriq dan hari-hari sebelumnya di awal
bulan Dzulhijah, para ulama dalam Al-Lajnah Ad-Da`imah menyebutkan
fatwa sebagai berikut:
“Disyariatkan pada Idul Adha takbir
mutlak dan takbir muqayyad. Adapun takbir mutlak maka (disyariatkan
untuk dilakukan) pada seluruh waktu dari mulai awal masuknya bulan
Dzulhijah sampai hari yang terakhir dari hari-hari tasyriq. Sedangkan
takbir muqayyad (disyariatkan untuk dilakukan) pada setiap selesai
shalat wajib mulai dari setelah selesai shalat subuh pada hari Arafah
sampai setelah shalat ‘Ashr pada akhir hari tasyriq. Dan pensyariatkan
hal tersebut ditunjukkan oleh ijma’ dan perbuatan para sahabat.”
Sebagaimana
ibadah lainnya, dzikir juga merupakan suatu amalan yang tata caranya
tidak boleh menyimpang dari petunjuk Nabi. Sehingga para ulama juga
memberikan peringatan dari dilakukannya takbir secara jama’i, karena
hal itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi n dan Al-Khulafa` Ar-Rasyidin.
Yang dimaksud di sini adalah takbir yang diucapkan secara bersama-sama
dengan satu suara dan dipimpin oleh seseorang. Hal ini sebagaimana
tersebut dalam fatwa para ulama dalam Al-Lajnah Ad-Da`imah yang isinya:
“(Yang benar) adalah setiap orang melakukan takbir sendiri-sendiri
dengan suara keras. Karena sesungguhnya takbir dengan cara
bersama-bersama (dengan satu suara yang dipimpin oleh seseorang) tidak
pernah dilakukan oleh Nabi. Dan beliau telah bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengamalkan amalan yang tidak ada syariatnya dari kami maka amalan tersebut ditolak.” (HR. Al-Bukhari Muslim)
Hadirin rahimakumullah,
Akhirnya,
marilah kita berusaha memanfaatkan hari-hari yang penuh dengan
keutamaan untuk menambah dan meningkatkan amal shalih kita. Begitu pula
kita manfaatkan waktu yang ada untuk memperbanyak dzikir kepada Allah.
Sehingga kita akan menjadi orang yang mendapatkan kelapangan hati,
senantiasa takut kepada-Nya dan terjaga dari gangguan setan, serta
faedah lainnya dari amalan berdzikir kepada Allah.
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. {فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ}.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ
وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ.
أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ
الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ
اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ
لِلهِ رَبِّ الْعَالَـمِيْنَ، أَمَرَنَا بِاتِّبَاعِ صِرَاطِهِ
الْـمُسْتَقِيْمِ وَنَهَانَا عَنِ اتِّبَاعِ سُبُلِ أَصْحَابِ
الْـجَحِيْمِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ الْـمَلِكُ الْبَرُّ الرَّحِيْمُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ بَلَّغَ اْلبَلاَغَ الْـمُبِيْنَ
وَقَالَ: عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ تَلَقَّوْا
عَنْهُ الدِّيْنَ وَبَلَّغُوْهُ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا،
أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Marilah
kita senantiasa bertakwa kepada Allah dengan selalu menjalankan
berbagai ketaatan kepada-Nya. Di antara bentuk ketaatan yang sangat
besar keutamaannya dan sangat penting untuk mendekatkan diri kepada
Allah adalah menyembelih binatang qurban. Amalan ini merupakan sunnah
Nabi Ibrahim dan Nabi kita Muhammad. Maka seorang muslim yang memiliki
kemampuan semestinya menjalankan amal ibadah yang mulia ini, yaitu
menyembelih hewan qurban, baik dia lakukan sendiri dan ini lebih
afdhal, atau meminta orang lain yang mengetahui hukum dan cara
penyembelihan yang syar’i untuk melakukan penyembelihannya. Namun tidak
boleh baginya untuk membayar upah penyembelihannya dengan sebagian dari
hewan qurbannya, baik itu kepalanya, kulitnya, atau yang semisalnya.
Meskipun boleh baginya untuk memberinya sebagai sedekah sebagaimana
diberikan kepada yang lainnya dari kalangan fakir miskin. Atau bisa pula
dia memberikan sebagian dari hewan qurbannya sebagai hadiah,
sebagaimana dia berikan pula kepada yang lainnya baik tetangga ataupun
kerabatnya meskipun mereka orang yang kaya. Dan disunnahkan bagi orang
yang berqurban untuk memakan hewan sembelihannya, namun tidak boleh
baginya untuk menjual bagian apapun dari hewan sembelihannya. Begitu
pula tidak boleh bagi orang yang berqurban untuk memotong rambut dan
kukunya dari mulai masuknya awal bulan Dzulhijah sampai dia melakukan
ibadah penyembelihan hewan qurban. Yang demikian tadi disebutkan dalam
hadits-hadits yang shahih.
Saudara-saudaraku kaum muslimin yang mudah-mudahan senantiasa dirahmati Allah,
Disebutkan
pula dalam hadits Nabi, bahwa untuk melaksanakan ibadah qurban ini,
tujuh orang atau kurang bisa bergabung secara bersama-sama dengan
menyembelih seekor onta atau sapi. Begitu pula bisa dengan menyembelih
seekor kambing, namun itu hanya mencukupi untuk satu orang. Namun
dengan menyembelih satu ekor kambing sudah mencukupi untuk diri dan
keluarganya, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia.
Dengan cara dia niatkan pahalanya untuk dirinya dan seluruh keluarganya
baik yang hidup maupun yang telah meninggal dunia1. Maka semua akan
mendapat keutamaan dan pahala yang sangat besar. Wallahu a’lam
bish-shawab.
Hadirin rahimakumullah,
Ibadah
menyembelih qurban ini harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang
telah disyariatkan. Baik yang berkaitan dengan waktu penyembelihan
maupun yang berkaitan dengan kriteria dan syarat-syarat hewan yang bisa
dijadikan sebagai hewan qurban. Adapun yang berkaitan dengan waktu
penyembelihan, waktunya adalah dimulai dari setelah selesai shalat Idul
Adha dan berakhir waktunya menurut pendapat yang benar hingga
tenggelamnya matahari pada hari ketiga belas di bulan Dzulhijjah. Nabi n
bersabda:
مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيَذْبَحْ مَكَانَهَا أُخْرَى
“Barangsiapa
yang menyembelih sebelum shalat, maka sembelihlah (lagi) kambing untuk
menggantikan kambing (yang disembelih sebelum saatnya) tersebut.”
(Muttafaqun ‘alaih)
Hadirin yang mudah-mudahan senantiasa dirahmati Allah,
Adapun
berkaitan dengan syarat hewan yang akan dijadikan sebagai hewan
qurban, hewan tersebut harus sudah mencapai umur yang telah ditentukan.
Juga sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi n, hewan itu bukanlah
hewan yang buta satu matanya dan sangat jelas butanya, serta bukan pula
hewan yang terkena sakit dan sangat jelas sakitnya. Bukan pula hewan
yang pincang sehingga tidak bisa berjalan mengikuti lainnya, serta
bukan hewan yang sudah sangat tua sehingga tidak pantas untuk
dikonsumsi dagingnya. Oleh karena itu, wajib bagi kaum muslimin untuk
belajar dan bertanya kepada ahlinya tentang hal-hal yang berkaitan
dengan ibadah qurban ini.
Hadirin rahimakumullah,
Semestinya
seseorang yang berqurban berusaha untuk mencari sebaik-baik hewan yang
akan dijadikan sebagai hewan qurban. Hewan yang tinggi nilai/harganya,
seperti yang banyak dagingnya, bagus warnanya, dan kuat/sehat
tubuhnya, atau yang semisalnya. Karena, yang demikian termasuk bentuk
pengagungan terhadap syi’ar-syi’ar Allah yang menunjukkan besarnya
ketakwaan dirinya. Hal ini sebagaimana tersebut dalam firman Allah:
“Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu menunjukkan ketakwaan hati.” (Al-Hajj: 32)
Akhirnya,
mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan kepada kita petunjuk-Nya
sehingga kita bisa menjalankan ibadah sebagaimana yang
disyariatkan-Nya. Dan mudah-mudahan Allah l tidak menjadikan kita
menjadi orang yang sia-sia amalannya, karena beribadah dengan tidak
ikhlas atau tidak sesuai dengan petunjuk Rasulullah n dan Al-Khulafa`
Ar-Rasyidin. Sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:
“Katakanlah:
‘Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling
merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya
dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka
berbuat sebaik-baiknya’.” (Al-Kahfi: 103-104)
اللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْـخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِي وَعَنْ
جَمِيْعِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ لَـهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمَ
الدِّيْنِ.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْـمُسْلِمِيْنَ
وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْـمُشْرِكِيْنَ. وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّينِ،
وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْـمُوَحِّدِيْنَ. اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ
الْـمُسْلِمِيْنَ في كُلِّ مَكَانٍ. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ
وَالْـمُسْلِمَاتِ وَالْـمُؤْمِنِيْنَ وَالْـمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ
مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّهُ سَمِيْعٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ،
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً
وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ ... اذْكُرُوا اللهَ
الْعَظِيْمَ الْـجَلِيْلَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ
يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، وَاللهُ يَعْلَمُ مَا
تَصْنَعُوْنَ.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
1 Tentang qurban bagi yang telah meninggal dunia, bisa dilihat penjelasannya dalam Kajian Utama, red.
Sumber:
http://www.asysyariah.com/syariah/khutbah-jumat/168-keutamaan-bulan-dzulhijjah-khutbah-jumat-edisi-36.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar