Penulis: Ustadz Muslim Abu Ishaq Al Atsari
Al
Allamah Asy Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa`di rahimahullah
memaparkan tentang bid`ah: "Bid`ah adalah perkara yang diada-adakan
dalam agama". Sesungguhnya agama itu adalah apa yang datangnya dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana termaktub dalam Al Qur’an dan
As Sunnah. Dengan demikian apa yang ditunjukkan oleh Al Qur’an dan As
Sunnah itulah agama dan apa yang menyelisihi Al Qur’an dan As Sunnah
berarti perkara itu adalah bid`ah. Ini merupakan defenisi yang mencakup
dalam penjabaran arti bid`ah.
Sementara bid`ah itu dari sisi keadaannya
terbagi dua :
Pertama : Bid`ah I’tiqad (bid`ah yang bersangkutan dengan keyakinan)
Bid`ah
ini juga diistilahkan bid`ah qauliyah (bid`ah dalam hal pendapat) dan
yang menjadi patokannya adalah sabda Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam yang diriwayatkan dalam kitab sunan :
“Umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya berada dalam neraka kecuali satu golongan”.
Para shahabat bertanya : “Siapa golongan yang satu itu wahai Rasulullah ?.
Beliau menjawab : “Mereka yang berpegang dengan apa yang aku berada di atasnya pada hari ini dan juga para shahabatku”.
Yang
selamat dari perbuatan bid`ah ini hanyalah ahlus sunnah wal jama`ah
yang mereka itu berpegang dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam dan apa yang dipegangi oleh para shahabat radliallahu anhum
dalam perkara ushul (pokok) secara keseluruhannya, pokok-pokok tauhid ,
masalah kerasulan (kenabian), takdir, masalah-masalah iman dan
selainnya.
Sementara yang selain mereka dari kelompok sempalan
(yang menyempal/keluar dari jalan yang benar) seperti Khawarij,
Mu`tazilah, Jahmiyah, Qadariyah, Rafidhah, Murji`ah dan pecahan dari
kelompok-kelompok ini , semuanya merupakan ahlul bid`ah dalam perkara
i`tiqad. Dan hukum yang dijatuhkan kepada mereka berbeda-beda, sesuai
dengan jauh dekatnya mereka dari pokok-pokok agama, sesuai dengan
keyakinan atau penafsiran mereka, dan sesuai dengan selamat tidaknya
ahlus sunnah dari kejelekan pendapat dan perbuatan mereka. Dan perincian
dalam permasalahan ini sangatlah panjang untuk dibawakan di sini.
Kedua : Bid`ah Amaliyah (bid`ah yang bersangkutan dengan amalan ibadah)
Bid`ah
amaliyah adalah penetapan satu ibadah dalam agama ini padahal ibadah
tersebut tidak disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan perlu
diketahui bahwasanya setiap ibadah yang tidak diperintahkan oleh Penetap
syariat (yakni Allah ta`ala) baik perintah itu wajib ataupun mustahab
(sunnah) maka itu adalah bid`ah amaliyah dan masuk dalam sabda nabi
shallallahu alaihi wasallam :
“Siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak di atas perintah kami maka amalannya itu tertolak”.
Karena itulah termasuk kaidah yang dipegangi oleh para imam termasuk Imam Ahmad rahimahullah dan selain beliau menyatakan :
“Ibadah itu pada asalnya terlarang (tidak boleh dikerjakan)”
Yakni tidak boleh menetapkan/mensyariatkan satu ibadah kecuali apa yang disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Dan mereka menyatakan pula :
Dan mereka menyatakan pula :
“Muamalah dan adat (kebiasaan) itu pada asalnya dibolehkan (tidak dilarang)”
Oleh
karena itu tidak boleh mengharamkan sesuatu dari muamalah dan adat
tersebut kecuali apa yang Allah ta`ala dan rasul-Nya haramkan. Sehingga
termasuk dari kebodohan bila mengklaim sebagian adat yang bukan ibadah
sebagai bid`ah yang tidak boleh dikerjakan, padahal perkaranya
sebaliknya (yakni adat bisa dilakukan) maka yang menghukumi adat itu
dengan larangan dan pengharaman dia adalah ahlu bid`ah (mubtadi). Dengan
demikian, tidak boleh mengharamkan satu adat kecuali apa yang
diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Dan adat itu sendiri terbagi tiga :
Pertama : yang membantu mewujudkan perkara kebaikan dan ketaatan maka adat seperti ini termasuk amalan qurbah (yang mendekatkan diri kepada Allah).
Kedua : yang membantu/mengantarkan kepada perbuatan dosa dan permusuhan maka adat seperti ini termasuk perkara yang diharamkan.
Ketiga : adat yang tidak masuk dalam bagian pertama dan kedua (yakni tidak masuk dalam amalan qurbah dan tidak pula masuk dalam perkara yang diharamkan) maka adat seperti ini mubah (boleh dikerjakan). Wallahu a`lam.
(Al Fatawa As Sa`diyah, hal. 63-64 sebagaimana dinukil dalam Fatawa Al Mar’ah Al Muslimah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar