Sesungguhnya,
salah satu ujian terbesar ummat Islam dewasa ini adalah permasalahan
“Bid’ah” (yaitu ungkapan dari “suatu jalan/cara dalam agama yang
diada-adakan (tanpa dalil) yang menyerupai syari’ah yang bertujuan
dengan melakukannya adalah berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah
subhanahu wa ta’ala”, lihat Mukhtashar Al-I’tisham hal.7, -pent.),
bahkan hal ini telah menyebar ke berbagai negara Islam. Jarang sekali
kita jumpai suatu tempat yang di situ terlepas dari masalah bid’ah dan
sangat sedikit manusia yang selamat darinya. Perkara bid’ah merupakan
masalah yang besar, sangat berbahaya, dan termasuk “pos”nya kekufuran.
Pelaku bid’ah telah mencabut hukum Allah, karena itu dia tidak mau
berusaha untuk taubat (tidak diberi pertolongan untuk bertaubat).
Berkata ‘Abdullah bin ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhu: “Sesungguhnya
perkara-perkara yang paling dibenci oleh Allah adalah bid’ah-bid’ah.”
(Dikeluarkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Kubra 4/316)
Berkata Sufyan Ats-Tsauriy: “Bid’ah itu lebih disukai oleh Iblis
daripada kemaksiatan, pelaku maksiat masih ingin bertaubat dari
kemaksiatannya (masih diharapkan untuk bertaubat), sedangkan pelaku
bid’ah tidak ada keinginan untuk bertaubat dari kebid’ahannya (sulit
diharapkan untuk bertaubat).” (Dikeluarkan oleh Al-Laalikaa`iy 1/133 dan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 7/26 dan Al-Baghawiy dalam Syarhussunnah 1/216)