بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Penulis: Al Ustadz Sofyan Chalid Ruray
Kenikmatan
dan musibah adalah dua hal yang akan selalu bersama seorang hamba
dalam kehidupan dunia ini. Sehingga kita dituntut untuk siap, bukan
saja ketika menghadapi kenikmatan dengan syukur kepada Allah ta’ala,
tetapi juga ketika menghadapi musibah dengan kesabaran. Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam menjelaskan diantara sifat orang-orang
yang beriman,
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ
أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ
أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ
ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh
menakjubkan keadaan seorang mukmin itu, sesungguhnya setiap keadaannya
baik –dan hal itu tidak mungkin ada kecuali pada diri seorang mukmin-
yaitu ketika dia mendapati sebuah kenikmatan diapun bersyukur, maka itu
adalah kebaikan baginya. Dan apabila dia ditimpa sebuah musibah diapun
bersabar, maka itu juga kebaikan baginya.” [HR. Muslim, no. 7692 dari Sahabat yang mulia Shuhaib bin Sinan radhiyallahu’anhu]
Telah
banyak terjadi musibah jatuhnya pesawat yang menelan korban jiwa di
negeri ini. Sebagai orang yang beriman hendaklah kita mampu mengambil
pelajaran dari setiap musibah yang kita saksikan atau dengarkan. Karena
sesungguhnya Allah tabaraka wa ta’ala telah memperingatkan dalam
Al-Qur’an bahwa diantara hikmah adanya musibah adalah dua perkara:
Pertama: Musibah adalah Ujian bagi Orang-orang yang Beriman
Sebagaimana firman-Nya:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ
وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ. الَّذِينَ إِذَا
أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ
رَاجِعُونَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan
kepada kalian, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta,
jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang
yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun”.” (Al-Baqarah: 155-156)
Dan
subhanallah, ternyata di balik musibah ada sejumlah kebaikan yang
sangat besar, diantaranya adalah pahala tanpa batas jika seorang yang
ditimpa musibah itu bersabar dan terhapusnya dosa-dosa.
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Hanyalah orang-orang yang sabar itu pahala mereka tanpa batas.” (Az-Zumar: 10)
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ مُصِيبَةٍ تُصِيبُ الْمُسْلِمَ إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا عَنْهُ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا
“Tidaklah
ada suatu musibah yang menimpa seorang muslim, hingga duri yang
menusuknya, kecuali itu akan menjadi penghapus dosanya.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu’anha]
Juga sabda beliau shallallahu’alaihi wa sallam,
إِنَّ
عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ
قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ
فَلَهُ السَّخَطُ
“Sesungguhnya besarnya pahala
tergantung besarnya ujian. Dan sesungguhnya Allah ta’ala apabila
mencintai suatu kaum maka Allah timpakan kepada mereka bala’,
barangsiapa ridho dengannya maka Allah pun ridho kepadanya, barangsiapa
yang marah dengannya maka Allah pun marah kepadanya.” [HR. At-Tirmidzi dari Sahabat yang mulia Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihil Jami’, no. 2110]
Dengan semua keutamaan-keutamaan ini, maka tidak heran kalau Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ
“Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan padanya maka Allah akan timpakan kepadanya musibah.” [HR. Al-Bukhari dari Sahabat yang mulia Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Kedua: Musibah adalah Azab bagi Pelaku Dosa
Allah ta’ala berfirman:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan
musibah apapun yang menimpa kalian adalah disebabkan oleh perbuatan
tangan kalian sendiri. Dan Allah memaafkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahan kalian).” (Asy-Syuraa: 30)
Juga firman-Nya:
فَكُلًّا
أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا
وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ
الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ
لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Maka
masing-masing (mereka itu) Kami adzab disebabkan dosanya. Diantara
mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu, di antara mereka
ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, di antara mereka ada yang
Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami
tenggelamkan (dalam air), dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya
mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (Al-’Ankabut: 40)
Bagaimana Menghindari Musibah
Bersyukurlah
bagi orang yang masih diberikan kesempatan hidup setelah tertimpa
musibah, karena itu berarti dia masih diberi kesempatan untuk
bertaubat. Adapun bagi pelaku dosa yang belum mendapatkan musibah maka
hendaklah segera bertaubat dan memohon ampun atas dosa-dosanya agar
Allah jalla wa ‘ala tidak menimpakan adzab kepadanya.
Sesungguhnya
Allah ta’ala telah menetapkan, bahwa taubat dan istighfar adalah
diantara sebab yang menghalangi datangnya adzab. Sebagaimana
firman-Nya:
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Dan
Allah sekali-kali tidak akan mengadzab mereka, sedang kamu (wahai
Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan
mengazab mereka, sedang mereka senantiasa memohon ampun.” [Al-Anfal: 33]
Juga
diantara sebab yang dapat menahan adzab Allah ta’ala adalah
ditegakkannya amar ma’ruf nahi munkar. Apabila maksiat tersebar pada
suatu kaum, lalu tidak ada diantara mereka orang-orang yang berusaha
menasihati para pelaku maksiat maka bisa jadi Allah ta’ala akan
menimpatkan adzab kepada kaum itu seluruhnya, baik pelaku maksiatnya
maupun orang-orang baik yang mendiamkan perbuatan dosa dilakukan di
depan matanya. Inilah makna firman Allah ta’ala:
وَاتَّقُواْ فِتْنَةً لاَّ تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنكُمْ خَآصَّةً وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan
takutlah kepada fitnah (adzab) yang tidak khusus menimpa orang-orang
yang lalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras
siksaan-Nya.” [Al-Anfal: 25]
Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam juga pernah memberikan perumpamaan akan
bahayanya membiarkan perbuatan maksiat terjadi di tengah-tengah kita,
مَثَلُ
الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ
اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلاَهَا
وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا فَكَانَ الَّذِينَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا
اسْتَقَوْا مِنَ الْمَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوا لَوْ
أَنَّا خَرَقْنَا فِي نَصِيبِنَا خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا
فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا وَإِنْ أَخَذُوا
عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيعًا
“Perumpamaan
orang yang taat kepada Allah ta’ala dan orang yang bermaksiat
kepada-Nya adalah bagaikan suatu kaum yang berundi untuk naik kapal.
Pada akhirnya sebagian menempati bagian atas dan sebagian lagi
menempati bagian bawah. Lalu orang-orang yang menempati bagian bawah
apabila membutuhkan air harus melewati bagian atas, maka mereka pun
mengatakan, “Bagaimana seandainya kita lubangi saja bagian bawah
kapal ini untuk mengambil air sehingga kita tidak mengganggu
orang-orang yang menempati bagian atas.” Maka apabila orang-orang
yang ada pada bagian atas itu membiarkan apa yang mereka inginkan
nisacaya mereka akan binasa (tenggelam) semuanya, akan tetapi jika
mereka mencegah perbuatan tersebut maka mereka akan selamat dan
semuanya selamat.” [HR. Al-Bukhari dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu’anhu]
Oleh
karena itu, sangat penting sekali kita berusaha menasihati para pelaku
maksiat agar tidak ditimpakan adzab yang sangat mungkin akan mengenai
kita jika kita tidak berusaha merubah kemungkaran.
Maka
melalui artikel ini kami mengajak kepada para pembaca yang budiman
untuk senantiasa bertaubat kepada Allah ta’ala dan meninggalkan
perbuatan dosa. Dan ketahuilah, dosa yang paling wajib kita tinggalkan
adalah dosa syirik, kemudian bid’ah, kemudian al-kabaair (dosa-dosa besar), kemudian ash-shogaair (dosa-dosa kecil).
Sebagaimana
kami juga mengajak untuk membudayakan saling menasihati kapan dan di
manapun kita berada, dan lebih penting lagi ketika kita melihat
kemaksiatan terjadi di depan kita.
Maka diantara nasihat
yang ingin kami sampaikan di sini adalah nasihat kepada para kru
pesawat, dan khususnya kepada pramugrari, lebih khusus lagi kepada
pramugari muslimah.
Takutlah kepada Allah ta’ala,
sesungguhnya di pundak kalian diserahkan tanggung jawab keselamatan
penerbangan, hindarilah sebab musibah terbesar, yaitu perbuatan dosa
sebagaimana yang telah kami jelaskan di atas.
Yang Paling Menakutkan Ketika Naik Pesawat
Hendaklah
kita menyadari, sungguh diantara hal yang sangat menakutkan ketika
naik pesawat bukanlah karena cuaca yang kurang bagus atau mesin pesawat
yang mungkin bermasalah, tetapi yang lebih patut dikhawatirkan adalah
kemaksiatan yang dilakukan oleh para kru pesawat maupun penumpangnya.
Dimana dalam keadaan mereka sangat membutuhkan pertolongan Allah ta’ala
pun mereka masih berani berbuat maksiat, yang oleh orang-orang kafir
di zaman Jahiliyah, tidak berani melakukannya. Sebagaimana yang Allah
ta’ala kabarkan dalam Al-Qur’an,
فَإِذَا رَكِبُوا
فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا
نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
“Maka
apabila mereka menaiki kapal (dalam keadaan takut tenggelam) maka
mereka pun berdoa kepada Allah dengan memurnikan agama hanya bagi-Nya,
namun ketika Allah ta’ala menyelamatkan mereka sampai ke daratan
tiba-tiba mereka kembali menyekutukan-Nya.” (Al-‘Ankabut: 65)
Dan
diantara kemaksiatan yang sangat menakutkan di pesawat adalah pakaian
para pramugari yang seronok, menampakkan auratnya ataupun pakaian yang
sangat ketat sehingga menampakkan lekuk-lekuk tubuhnya. Dua hal yang
sangat menakutkan dari dosa ini adalah,
Pertama: Musibah terjadinya kecelakaan penerbangan.
Kedua: Musibah secara pribadi bagi laki-laki, yaitu terkena panah setan di hatinya.
Keduanya
sama-sama bahaya, bahkan yang kedua lebih berbahaya. Kalau musibah
yang pertama resiko paling besar hanyalah matinya jasad, sedangkan yang
kedua adalah matinya hati. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam telah
mengingatkan,
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidaklah aku tinggalkan fitnah (cobaan) yang lebih berbahaya bagi laki-laki dibanding wanita.” [HR. Al-Bukhari dari Sahabat yang mulia Usamah bin Zaid radhiyallahu’anhuma]
Oleh
karena itu, agama Islam yang mulia ini telah memberikan sejumlah
peringatan khusus kepada kaum wanita untuk bertakwa kepada Allah
ta’ala, janganlah menjadi sebab terjerumusnya kaum laki-laki kepada
kerusakan-kerusakan.
Apabila Anda telah menyadari hal ini,
maka dengan mudah Anda akan memahami apa hikmahnya Allah ta’ala
memerintahkan wanita untuk tinggal di rumahnya, jangan keluar kecuali
untuk suatu keperluan yang sangat mendesak. Bersamaan dengan itu Allah
tabaraka wa ta’ala mewajibkan bagi laki-laki untuk menafkahi wanita,
sehingga wanita tidak sepatutnya keluar rumah meskipun dengan alasan
mencari nafkah.
Allah ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأُولَى
“Dan
tetap tinggallah kalian wahai para wanita di rumah-rumah kalian, dan
janganlah kalian bersolek seperti bersoleknya jahiliyah dulu.” [Al-Ahzab: 33]
Dan
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam telah memperingatkan bagaimana setan
menjadikan wanita sebagai alat untuk menjerumuskan manusia kepada
kesesatan dan kemaksiatan,
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
“Wanita itu adalah aurat, maka apabila ia keluar (dari rumahnya), setan akan menghiasinya.” [HR. At-Tirmidzi, no. 1173 dari Sahabat yang mulia Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, dishahihkan oleh Al-Albani]
Al-Imam Abul ‘Ala’ Al-Mubarakfuri rahimahullah menjelaskan makna hadits ini,
(
فإذا خرجت استشرفها الشيطان ) أي زينها في نظر الرجال وقيل أي نظر إليها
ليغويها ويغوى بها والأصل في الاستشراف رفع البصر للنظر إلى الشيء
“Bila
wanita keluar, setan akan menghiasinya (untuk menggoda
laki-laki), maknanya adalah setan menghiasinya di mata laki-laki. Juga
dikatakan, maknanya, setan melihat wanita tersebut untuk menyesatkannya
dan menyesatkan (manusia) dengannya. Dan makna asal (الاستشراف) adalah mengangkat pandangan untuk melihat sesuatu.” [Tuhfatul Ahwadzi, 4/283]
Syarat-syarat Pakaian Muslimah
Jika
seorang wanita terpaksa harus keluar dari rumahnya karena suatu
kebutuhan yang mendesak maka hendaklah dia berhias dengan adab-adab
Islami, diantaranya adalah dengan menggunakan pakaian muslimah dengan
memenuhi syarat-syaratnya sesuai syari’at, secara ringkas sebagai
berikut:
1. Menutupi seluruh tubuh. Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ
“Hai
Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan
istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” (Al-Ahzab: 59)
2. Pakaian tersebut bukan sebuah perhiasan. Karena tujuan pakaian syar’i bagi muslimah adalah untuk menutupi perhiasannya. Allah ta’ala berfirman:
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاء بُعُولَتِهِنَّ
”Tidak
diperbolehkan bagi wanita untuk menampakkan perhiasan mereka kecuali
kepada suami-suaminya demikian pula kepada ayah-ayahnya dan kepada
ayah-ayah dari suami-suami mereka.” (An-Nur: 31)
3. Tidak ketat dan tidak pula tipis. Inilah pakaian yang diperingatkan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dalam sabda beliau,
صِنْفَانِ
مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ
كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ
عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ
الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ
رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَ
“Ada
dua golongan penghuni neraka yang belum pernah aku lihat, satu kaum
yang selalu bersama cambuk bagaikan ekor-ekor sapi, dengannya mereka
memukul manusia, dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang.
Mereka berjalan dengan melenggak-lenggok menimbulkan fitnah (godaan).
Kepala-kepala mereka seperti punuk-punuk unta yang miring. Mereka tidak
masuk ke dalam surga. Dan mereka tidak mencium baunya. Dan sungguh bau
surga itu bisa tercium dari jarak demikian dan demikian”. [HR. Muslim dari Sahabat yang mulia Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
4. Tidak mengenakan harum-haruman. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا رِيحَهَا فَهِىَ زَانِيَةٌ وَكُلُّ عَيْنٍ زَانِيَةٌ
“Siapa saja wanita yang memakai wewangian dengan tujuan agar kaum pria mencium bau harumnya, maka dia adalah pezina.” [HR. An-Nasai, no. 5126 dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu’anhu, dihasankan oleh Al-Albani]
5. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir atau fasik. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia bagian dari mereka.” [HR. Abu Daud, no. 4033 dari Sahabat yang mulia Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma, dihasankan oleh Al-Albani]
6. Tidak menyerupai Pakaian Laki-laki. Sahabat yang mulia Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma berkata,
لَعَنَ
رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ
بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, dan wanita yang menyerupai laki-laki.” [HR. Al-Bukhari no. 5885]
7. Bukan pakaian ketenaran. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ أَلْبَسَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ
“Barangsiapa mengenakan pakaian ketenaran di dunia, maka Allah akan memakaikan kepadanya pakaian kehinaan pada hari kiamat.” [HR. Ibnu Majah, no. 3606 dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma, dihasankan oleh Al-Albani]
Semoga Allah ta’ala memperbaiki kaum muslimin seluruhnya.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Tidak ada komentar:
Posting Komentar