بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Ada sebuah fenomena pada sebagian pemuda
yang mau menerapkan sunnah namun dianggap aneh oleh masyarakatnya,
bahkan tidak jarang terjadi perselisihan karena permasalahan tersebut,
yaitu ketika pemuda ini kehilangan sutroh (pembatas dalam sholat) akibat
(sering) datang terlambat sehingga selalu masbuq, maka pemuda inipun
dengan semangat menjalankan sunnah berjalan dua atau tiga langkah ke
depan untuk mencari sutroh.
Bahkan pada sebagian masjid yang
jama’ahnya bersemangat untuk mengamalkan sunnah, telah dibuat papan
khusus digunakan sebagai sutroh, baik untuk imam, maupun untuk diberikan
kepada makmum yang masbuk yang kehilangan sutroh apabila jama’ah sholat
di depannya telah pergi meninggalkan shofnya.
Alhamdulillah, semangatnya
mengamalkan sunnah patut disyukuri, namun apakah hal itu benar-benar
sebuah sunnah ataukah justru lebih baik meninggalkannya. Agar menjadi
jelas permasalahan ini, berikut akan kami sebutkan fatwa-fatwa para
ulama besar berkaitan dengan tiga perkara:
Pertama: Hukum sutroh.
Kedua: Hukum membuat papan khusus untuk sutroh di masjid.
Ketiga: Hukum berjalan dalam sholat untuk mencari sutroh.
Berikut fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah yang diketuai oleh Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah,
س: بعض المرشدين ينصبون
كل منهم أمامه في المسجد سترة لوحا من الخشب طوله نصف متر تقريبا، ويقولون:
من لم يفعل ذلك عليه إثم، فقلت لهم: وإذا لم أجد هذه السترة التي تنصبونها
أمامكم، قالوا: لازم لازم؟
ج: الصلاة إلى سترة سنة
في الحضر والسفر، في الفريضة والنافلة، وفي المسجد وغيره؛ لعموم حديث « إذا
صلى أحدكم فليصل إلى سترة وليدن منها » رواه أبو داود بسند جيد ولما روى
البخاري ومسلم من حديث أبي جحيفة رضي الله عنه « أن النبي صلى الله عليه
وسلم ركزت له العنزة فتقدم وصلى الظهر ركعتين يمر بين يديه الحمار والكلب
لا يمنع » وروى مسلم من حديث طلحة بن عبيد الله قال: قال رسول الله صلى
الله عليه وسلم « إذا وضع أحدكم بين يديه مثل مؤخرة الرحل فليصل ولا يبال
من مر وراء ذلك »
ويسن له دنوه من سترته لما في الحديث المذكور، وقد كان الصحابة رضي الله عنهم يبتدرون سواري المسجد ليصلوا إليها النافلة،
وذلك في الحضر في المسجد، لكن لم يعرف عنهم أنهم كانوا ينصبون أمامهم
ألواحا من الخشب لتكون سترة في الصلاة بالمسجد، بل كانوا يصلون إلى جدار
المسجد وسواريه، فينبغي عدم التكلف في ذلك، فالشريعة سمحة، ولن يشاد الدين
أحد إلا غلبه، ولأن الأمر بالسترة للاستحباب لا للوجوب، لما ثبت من « أن
النبي صلى الله عليه وسلم صلى بالناس بمنى إلى غير جدار » ولم يذكر في
الحديث اتخاذه سترة، ولما روى الإمام أحمد وأبو داود والنسائي من حديث ابن
عباس رضي الله عنهما قال: « صلى رسول الله صلى الله عليه وسلم في فضاء وليس
بين يديه شيء »
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء
عضو … عضو … نائب الرئيس … الرئيس
عبد الله بن قعود … عبد الله بن غديان … عبد الرزاق عفيفي … عبد العزيز بن عبد الله بن باز
Pertanyaan:
Sungguh aku menyaksikan sebagian pembimbing meletakkan di depan
masing-masing mereka di masjid sebuah sutroh berupa papan yang terbuat
dari kayu yang panjangnya sekitar setengah meter, dan mereka mengatakan,
“Barangsiapa yang tidak menggunakan sutroh maka dia berdosa,” maka aku katakan kepada mereka, “Bagaimana jika aku tidak mendapatkan sutroh seperti yang kalian gunakan?” mereka mengatakan, “Harus, harus”?
Jawaban: Sholat
menghadap sutroh hukumnya sunnah ketika mukim maupun safar, pada sholat
wajib maupun sunnah, di masjid maupun di tempat lain. Berdasarkan
keumumun hadits,
إذا صلى أحدكم فليصل إلى سترة وليدن منها
“Jika salah seorang dari kalian hendak melakukan sholat maka sholatlah dengan menghadap sutroh dan mendekatlah ke sutroh itu.”[1] [HR. Abu Daud dengan sanad jayid]
Dan juga berdasarkan hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Juhaifah radhiyallahu’anhu,
أن النبي صلى الله عليه وسلم ركزت له العنزة فتقدم وصلى الظهر ركعتين يمر بين يديه الحمار والكلب لا يمنع
“Bawasannya telah ditancapkan tongkat
untuk Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, lalu beliau maju dan melakukan
shalat zhuhur dua raka’at (yakni dalam safar, pen), lewat keledai dan anjing di depan beliau, tidak ditahan.”[2]
Dan hadits riwayat Muslim dari Tholhah bin ‘Ubaidillah radhiyallahu’anhu, beliau berkata, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
إذا وضع أحدكم بين يديه مثل مؤخرة الرحل فليصل ولا يبال من مر وراء ذلك
“Apabila seseorang dari kalian meletakkan
di depannya (sutroh yang tingginya) seperti belakang tunggangan maka
hendaklah ia melakukan shalat dan tidak usah peduli siapa yang lewat di
belakang sutroh itu.”[3]
Dan disunnahkan untuk mendekat kepada
sutroh tersebut berdasarkan hadits yang telah disebutkan di atas. Dan
sungguh para sahabat dahulu berlomba-lomba mencari tiang-tiang masjid
untuk melakukan sholat sunnah dengan menghadap kepadanya, hal itu mereka
lakukan di masjid ketika mukim bukan ketika safar. Akan
tetapi tidak diketahui dari para sahabat bahwa mereka meletakkan di
depan mereka; papan-papan yang terbuat dari kayu sebagai sutroh dalam
sholat di masjid, tetapi mereka melakukan sholat dengan menghadap
dinding masjid dan tiang-tiangnya. Maka hendaklah tidak takalluf (berlebih-lebihan) dalam hal ini, sebab syari’at itu mudah, tidak ada yang mempersulit agama ini kecuali dia akan dikalahkan.
Dan juga karena perintah sholat dengan menggunakan sutroh hukumnya istihbab (sunnah), tidak wajib. Karena terdapat hadits (yang memalingkan dari hukum asal wajib, pen),
أن النبي صلى الله عليه وسلم صلى بالناس بمنى إلى غير جدار
“Bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam sholat mengimami manusia di Mina tanpa menghadap ke dinding (sutroh).[4]
Dan tidak disebutkan dalam hadits ini
beliau menggunakan sutroh. Dan juga berdasarkan hadits riwayat Al-Imam
Ahmad, Abu Daud dan An-Nasai dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma, beliau
berkata,
صلى رسول الله صلى الله عليه وسلم في فضاء وليس بين يديه شيء
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam sholat di tanah lapang, dan tidak ada apapun di depan beliau (sebagai sutroh).”[5]
Hanya Allah ta’ala yang memberikan taufiq, serta shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya.
Komite Tetap untuk Penelitian Ilmiah dan Fatwa
[Ketua: Asy-Syaikh Abdulm Aziz bin Abdullah bin Baz. Wakil Ketua:
Asy-Syaikh Abdur Rozzaq ‘Afifi. Anggota: Asy-Syaikh Abdullah bin
Ghudayan. Anggota: Asy-Syaikh Abdullah bin Qu’ud]
Hukum Berjalan dalam Sholat untuk Mencari Sutroh
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah ditanya,
أرى البعض من الشباب
إذا سلم الإمام من الصلاة وبقي على هذا الشاب بعض الركعات فإنه يتقدم بعض
الخطوات إلى الأمام؛ لكي يمنع المارين عن المصلين الآخرين، فهل فعله هذا
صحيح، وهل خطواته تلك تبطل الصلاة؟
لا يضره إن شاء الله،
خطوات يسيرة حتى يمر الناس من وراءه لا يضره ذلك إن شاء الله إن كان بقي
عليه صلاة قضى، لكن كونه يبقى في مكانه ويصلي في مكانه الحمد لله، أولى من
التقدم
Pertanyaan: Aku
melihat sebagian pemuda apabila imam telah salam dari sholat, sedang
pemuda ini masih harus melakukan beberapa raka’at (karena masbuk) lalu
ia maju beberapa langkah ke depan, ke arah imam; agar dapat menahan
orang-orang yang lewat di depan orang-orang yang sedang melakukan
sholat, maka apakah perbuatannya ini benar, dan apakah langkah-langkah
majunya itu membatalkan sholat?
Jawaban: Perbuatan yang dia lakukan tidak membahayakannya (yakni tidak membatalkan sholatnya, pen)
insya Allah. Sekedar langkah-langkah ringan hingga manusia dapat lewat
di belakangnya tidaklah membahayakannya insya Allah apabila memang masih
tersisa beberapa raka’at yang harus ia tunaikan. Akan tetapi keadaannya tetap di tempatnya dan terus melakukan sholat di tempatnya –alhamdulillah- lebih utama dibanding maju ke depan.
[Fatawa Nurun ‘alad Darbi, dapat diunduh pada link http://www.binbaz.org.sa/mat/14420]
Link audio: http://www.binbaz.org.sa/audio/noor/029319.mp3
Download Kajian: Hukum Sutroh lebih detail pada Pelajaran Fiqh di Ma’had An-Nur Al-Atsari Banjarsari Ciamis, Jawa Barat Indonesia.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
[1] HR. Malik, 1/154, Al-Bukhari, 1/480-481 pada Sutroh Al-Musholli, Bab Yaruddul Musholli man Marro bayna Yadaihi, Muslim, no. 505, Abu Daud, no. 697 dan An-Nasai, 2/66.
[2] HR. Al-Bukhari, 1/475, Muslim, no. 503, Abu Daud, no. 688 dan An-Nasai, 1/87.
[3] HR. Muslim, no. 499, Abu Daud, no. 687 dan At-Tirmidzi, no. 335.
[4] HR. Al-Bukhari, 1/27, 126, 209, Muslim 1/361 no. 504 (dan tidak ada dalam riwayat muslim lafaz, “Tanpa menghadap ke dinding”) dan Al-Baihaqi, 2/273.
[5] HR. Ahmad, 1/224, Abu Daud, 1/459 no. 718 dan Al-Baihaqi, 2/273, 278.
Sumber:
Al Ustadz Sofyan Chalid Ruray
Sumber:
Al Ustadz Sofyan Chalid Ruray
Tidak ada komentar:
Posting Komentar