14 Februari, adalah tanggal yang telah lekat dengan kehidupan
muda-mudi kita. Hari yang lazim disebut Valentine Day ini, konon adalah
momen berbagi, mencurahkan segenap kasih sayang kepada “pasangan”-nya
masing-masing dengan memberi hadiah berupa coklat, permen, mawar, dan
lainnya. Seakan tak terkecuali, remaja Islam pun turut larut dalam ritus
tahunan ini, meski tak pernah tahu bagaimana akar sejarah perayaan ini
bermula.
Sesungguhnya Allah l telah memilih Islam sebagai agama bagi kita, sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali ‘Imran: 19)
Allah juga menyatakan bahwa Dia tidak menerima dari seorang pun agama selain Islam. Allah berfirman:
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali
tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk
orang-orang yang rugi.” (Ali ‘Imran: 85)
Nabi juga bersabda:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لاَ يَسْمَعُ بِي يَهُودِيٌّ
وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ
بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tidak ada seorangpun
yang mendengar tentang aku, baik dia Yahudi atau Nasrani, lalu dia mati
dalam keadaan tidak beriman dengan risalah yang aku diutus dengannya,
kecuali dia termasuk penghuni neraka.”
Semua agama yang ada di masa ini –selain Islam– adalah agama yang
batil. Tidak bisa menjadi (jalan) pendekatan kepada Allah. Bahkan bagi
seorang hamba, agama-agama itu tidaklah menambah kecuali kejauhan
dari-Nya, sesuai dengan kesesatan yang ada padanya.
Telah lama, tersebar suatu fenomena –yang menyedihkan– di kalangan
banyak pemuda-pemudi Islam. Fenomena ini merupakan bentuk nyata sikap
taqlid (membebek) terhadap kaum Nasrani, yaitu Hari Kasih Sayang
(Valentine Day). Berikut ini secara ringkas akan dipaparkan asal-muasal
perayaan tersebut, perkembangannya, tujuan serta bagaimana seharusnya
seorang muslim menyikapinya.
Asal Muasal
Perayaan ini termasuk salah satu hari raya bangsa Romawi paganis
(penyembah berhala), di mana penyembahan berhala adalah agama mereka
semenjak lebih dari 17 abad silam. Perayaan ini merupakan ungkapan
–dalam agama paganis Romawi– kecintaan terhadap sesembahan mereka.
Perayaan ini memiliki akar sejarah berupa beberapa kisah yang
turun-temurun pada bangsa Romawi dan kaum Nasrani pewaris mereka. Kisah
yang paling masyhur tentang asal-muasalnya adalah bahwa bangsa Romawi
dahulu meyakini bahwa Romulus –pendiri kota Roma– disusui oleh seekor
serigala betina, sehingga serigala itu memberinya kekuatan fisik dan
kecerdasan pikiran. Bangsa Romawi memperingati peristiwa ini pada
pertengahan bulan Februari setiap tahun dengan peringatan yang megah. Di
antara ritualnya adalah menyembelih seekor anjing dan kambing betina,
lalu dilumurkan darahnya kepada dua pemuda yang kuat fisiknya. Kemudian
keduanya mencuci darah itu dengan susu. Setelah itu dimulailah pawai
besar dengan kedua pemuda tadi di depan rombongan. Keduanya membawa dua
potong kulit yang mereka gunakan untuk melumuri segala sesuatu yang
mereka jumpai. Para wanita Romawi sengaja menghadap kepada lumuran itu
dengan senang hati, karena meyakini dengan itu mereka akan dikaruniai
kesuburan dan melahirkan dengan mudah.
Apa Hubungan St. Valentine dengan Perayaan Ini?
Versi I: Disebutkan bahwa St. Valentine adalah seorang yang mati di
Roma ketika disiksa oleh Kaisar Claudius sekitar tahun 296 M. Di tempat
terbunuhnya di Roma, dibangun sebuah gereja pada tahun 350 M untuk
mengenangnya.
Ketika bangsa Romawi memeluk Nasrani, mereka tetap memperingati Hari
Kasih Sayang. Hanya saja mereka mengubahnya dari makna kecintaan kepada
sesembahan mereka, kepada pemahaman lain yang mereka istilahkan sebagai
martir kasih sayang, yakni St. Valentine, sang penyeru kasih sayang dan
perdamaian, yang –menurut mereka– mati syahid pada jalan itu.
Di antara aqidah batil mereka pada hari tersebut, dituliskan
nama-nama pemudi yang memasuki usia nikah pada selembar kertas kecil,
lalu diletakkan pada talam di atas lemari buku. Lalu diundanglah para
pemuda yang ingin menikah untuk mengambil salah satu kertas itu.
Kemudian sang pemuda akan menemani si wanita pemilik nama yang tertulis
di kertas (yang diambilnya) selama setahun. Keduanya saling menguji
perilaku masing-masing, baru kemudian mereka menikah. Bila tidak cocok,
mereka mengulangi hal yang serupa tahun mendatang.
Para pemuka agama Nasrani menentang sikap membebek ini, dan
menganggapnya sebagai perusak akhlak para pemuda dan pemudi. Maka
perayaan ini pun dilarang di Italia. Dan tidak diketahui kapan perayaan
ini dihidupkan kembali.
Versi II: Bangsa Romawi di masa paganis dahulu merayakan sebuah hari
raya yang disebut hari raya Lupercalia 1). Ini adalah hari raya yang sama
seperti pada kisah versi I di atas. Pada hari itu, mereka
mempersembahkan qurban bagi sesembahan mereka selain Allah. Mereka
meyakini bahwa berhala-berhala itu mampu menjaga mereka dari keburukan
dan menjaga binatang gembalaan mereka dari serigala.
Ketika bangsa Romawi memeluk agama Nasrani, dan Kaisar Claudius II
berkuasa pada abad ketiga, dia melarang tentaranya menikah. Karena
menikah akan menyibukkan mereka dari peperangan yang mereka jalani. Maka
St. Valentine menentang peraturan ini, dan dia menikahkan tentara
secara diam-diam. Kaisar lalu mengetahuinya dan memenjarakannya, sebelum
kemudian dia dihukum mati.
Versi III: Kaisar Claudius II adalah penyembah berhala, sedangkan
Valentine adalah penyeru agama Nasrani. Sang Kaisar berusaha
mengeluarkannya dari agama Nasrani dan mengembalikannya kepada agama
paganis Romawi. Namun Valentine tetap teguh memeluk agama Nasrani, dan
dia dibunuh karenanya pada 14 Februari 270 M, malam hari raya paganis
Romawi: Lupercalia.
Ketika bangsa Romawi memeluk Nasrani, mereka tetap melakukan perayaan
paganis Lupercalia, hanya saja mereka mengaitkannya dengan hari
terbunuhnya Valentine untuk mengenangnya.
Syi’ar Perayaan Hari Kasih Sayang
- Menampakkan kegembiraan dan kesenangan.
- Saling memberi mawar merah, sebagai ungkapan cinta, yang dalam budaya Romawi paganis merupakan bentuk cinta kepada sesembahan kepada selain Allah.
- Menyebarkan kartu ucapan selamat hari raya tersebut. Pada sebagiannya terdapat gambar Cupid, seorang anak kecil dengan dua sayap membawa busur dan panah. Cupid adalah dewa cinta erotis dalam mitologi Romawi paganis. Maha Tinggi Allah dari kedustaan dan kesyirikan mereka dengan ketinggian yang besar.
- Saling memberi ucapan kasih sayang, rindu, dan cinta dalam kartu ucapan yang saling mereka kirim.
- Di banyak negeri Nasrani diadakan perayaan pada siang hari, dilanjutkan begadang sambil berdansa, bercampur baur lelaki dan perempuan.
Beberapa versi kisah yang disebutkan seputar perayaan ini dan
simbolnya, St. Valentine, bisa memberikan pencerahan kepada orang
berakal. Terlebih lagi seorang muslim yang mentauhidkan Allah.
Pemaparan di atas menjelaskan hakikat perayaan ini kepada kaum muslimin
yang tidak tahu dan tertipu, kemudian ikut merayakannya. Mereka
hakikatnya meniru umat Nasrani yang sesat, dan mengambil segala yang
datang dari Barat, Nasrani, lagi atheis.
Renungan
Barangsiapa yang membaca kisah yang telah disebutkan seputar perayaan paganis ini, akan jelas baginya hal-hal berikut:
1. Asalnya adalah aqidah paganis (penyembahan berhala) kaum Romawi,
untuk mengungkapkan rasa cinta kepada berhala yang mereka ibadahi selain
Allah. Barangsiapa yang merayakannya, berarti dia merayakan momen
pengagungan dan penyembahan berhala. Padahal Allah telah mengingatkan
kita dari perbuatan syirik:
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi)
yang sebelummu: ‘Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan
hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.
Karena itu, maka hendaklah Allah saja yang kamu sembah dan hendaklah
kamu termasuk orang-orang yang bersyukur’.” (Az-Zumar: 65-66)
Allah juga menyatakan melalui lisan ‘Isa:
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka
pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka,
tidaklah ada bagi orang-orang dzalim itu seorang penolongpun.”
(Al-Ma`idah: 72)
Dan seorang muslim wajib berhati-hati dari syirik dan segala yang akan mengantarkan kepada syirik.
2. Awal mula perayaan ini di kalangan bangsa Romawi paganis terkait
dengan kisah dan khurafat yang tidak bisa diterima akal sehat, apalagi
akal seorang muslim yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya.
Pada satu versi, disebutkan bahwa seekor serigala betina menyusui
Romulus pendiri kota Roma, sehingga memberinya kekuatan fisik dan
kecerdasan pikiran. Ini menyelisihi aqidah seorang muslim, bahwa yang
memberikan kekuatan fisik dan kecerdasan pikiran hanyalah Allah, Dzat
Maha Pencipta, bukan air susu serigala. Dalam versi lain, pada perayaan
itu kaum Romawi paganis mempersembahkan qurban untuk berhala sesembahan
mereka, dengan keyakinan bahwa berhala-berhala itu mampu mencegah
terjadinya keburukan dari mereka dan mampu melindungi binatang gembalaan
mereka dari serigala. Padahal, akal yang sehat mengetahui bahwa berhala
tidaklah dapat menimpakan kemudaratan, tidak pula bisa memberikan suatu
kemanfaatan.
Bagaimana mungkin seorang berakal mau ikut merayakan perayaan seperti
ini? Terlebih lagi seorang muslim yang Allah telah menganugerahkan
agama yang sempurna dan aqidah yang lurus ini kepadanya.
3. Di antara syi’ar jelek perayaan ini adalah menyembelih anjing dan
domba betina, lalu darahnya dilumurkan kepada dua orang pemuda, kemudian
darah itu dicuci dengan susu, dst. Orang yang berfitrah lurus tentu
akan menjauh dari hal yang seperti ini. Akal yang sehat pun tidak bisa
menerimanya.
4. Keterkaitan St. Valentine dengan perayaan ini diperselisihkan,
juga dalam hal sebab dan kisahnya. Bahkan, sebagian literatur
meragukannya dan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak pernah
terjadi. Sehingga pantas bagi kaum Nasrani untuk tidak mengakui perayaan
paganis ini yang mereka tiru dari bangsa Romawi paganis. Terlebih lagi
keterkaitan perayaan ini dengan salah satu santo (orang-orang suci dalam
khazanah Nasrani, ed.) mereka, masih diragukan. Bila merayakannya
teranggap sebagai aib bagi kaum Nasrani, yang telah mengganti-ganti
agama mereka dan mengubah kitab mereka, tentu lebih tercela bila seorang
muslim yang ikut merayakannya. Dan bila benar bahwa perayaan ini
terkait dengan terbunuhnya St. Valentine karena mempertahankan agama
Nasrani, maka apa hubungan kaum muslimin dengan St. Valentine?
5. Para pemuka Nasrani telah menentang perayaan ini karena timbulnya
kerusakan akhlak pemuda dan pemudi akibat perayaan ini, maka dilaranglah
perayaan ini di Italia, pusat Katholik. Lalu perayaan ini muncul
kembali dan tersebar di Eropa. Dari sanalah menular ke negeri kaum
muslimin. Bila pemuka Nasrani –pada masa mereka– mengingkari perayaan
ini, maka wajib bagi para ulama kaum muslimin untuk menerangkan
hakikatnya dan hukum merayakannya. Sebagaimana wajib bagi kaum muslimin
yang awam untuk mengingkari dan tidak menerimanya, sekaligus mengingkari
orang yang ikut merayakannya atau menularkannya kepada kaum muslimin.
Mengapa Kaum Muslimin Tidak Boleh Merayakannya?
Sebagian kaum muslimin yang ikut merayakannya mengatakan bahwa Islam
juga mengajak kepada kecintaan dan kedamaian. Dan Hari Kasih Sayang
adalah saat yang tepat untuk menyebarkan rasa cinta di antara kaum
muslimin. Sehingga, apa yang menghalangi untuk merayakannya?
Jawaban terhadap pernyataan ini dari beberapa sisi:
1. Hari raya dalam Islam adalah ibadah untuk mendekatkan diri kepada
Allah. Hari raya merupakan salah satu syi’ar agama yang agung.
Sedangkan dalam Islam, tidak ada hari raya kecuali hari Jum’at, Idul
Fithri, dan Idul Adh-ha. Perkara ibadah harus ada dalilnya. Tidak bisa
seseorang membuat hari raya sendiri, yang tidak disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Berdasarkan hal ini, perayaan Hari Kasih Sayang ataupun selainnya
yang diada-adakan, adalah perbuatan mengada-adakan (bid’ah) dalam agama,
menambahi syariat, dan bentuk koreksi terhadap Allah, Dzat yang telah
menetapkan syariat.
2. Perayaan Hari Kasih Sayang merupakan bentuk tasyabbuh (menyerupai)
bangsa Romawi paganis, juga menyerupai kaum Nasrani yang meniru mereka,
padahal ini tidak termasuk (amalan) agama mereka.
Ketika seorang muslim dilarang menyerupai kaum Nasrani dalam hal yang
memang termasuk agama mereka, maka bagaimana dengan hal-hal yang mereka
ada-adakan dan mereka menirunya dari para penyembah berhala?
Seorang muslim dilarang menyerupai orang-orang kafir -baik penyembah
berhala ataupun ahli kitab- baik dalam hal aqidah dan ibadah, maupun
dalam adat yang menjadi kebiasaan, akhlak, dan perilaku mereka. Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan
berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka
itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (Ali ‘Imran: 105)
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk
hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun
(kepada mereka)? Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang
sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa
yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan
di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Hadid: 16)
Nabi bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Ahmad, 3/50, dan Abu Dawud, no. 5021)
Tasyabbuh (menyerupai) orang kafir dalam perkara agama mereka –di
antaranya adalah Hari Kasih Sayang– lebih berbahaya daripada menyerupai
mereka dalam hal pakaian, adat, atau perilaku. Karena agama mereka tidak
lepas dari tiga hal: yang diada-adakan, atau yang telah diubah, atau
yang telah dihapuskan hukumnya (dengan datangnya Islam). Sehingga, tidak
ada sesuatupun dari agama mereka yang bisa menjadi sarana mendekatkan
diri kepada Allah.
3. Tujuan perayaan Hari Kasih Sayang pada masa ini adalah menyebarkan
kasih sayang di antara manusia seluruhnya, tanpa membedakan antara
orang yang beriman dengan orang kafir. Hal ini menyelisihi agama Islam.
Hak orang kafir yang harus ditunaikan kaum muslimin adalah bersikap adil
dan tidak mendzaliminya. Dia juga berhak mendapatkan sikap baik –bila
masih punya hubungan silaturahim– dengan syarat: tidak memerangi atau
membantu memerangi kaum muslimin. Allah berfirman:
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak
(pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil.” (Al-Mumtahanah: 8)
Bersikap adil dan baik terhadap orang kafir tidaklah berkonsekuensi
mencintai dan berkasih sayang dengan mereka. Allah l bahkan
memerintahkan untuk tidak berkasih sayang dengan orang kafir dalam
firman-Nya:
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan
hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang
Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau
anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (Al-Mujadilah:
22)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Sikap tasyabbuh akan
melahirkan sikap kasih sayang, cinta dan loyalitas di dalam batin.
Sebagaimana kecintaan yang ada di batin akan melahirkan sikap
menyerupai.” (Al-Iqtidha`, 1/490)
4. Kasih sayang yang dimaksud dalam perayaan ini semenjak dihidupkan
oleh kaum Nasrani adalah cinta, rindu, dan kasmaran, di luar hubungan
pernikahan. Buahnya, tersebarnya zina dan kekejian, yang karenanya
pemuka agama Nasrani –pada waktu itu– menentang dan melarangnya.
Kebanyakan pemuda muslimin merayakannya karena menuruti syahwat, dan
bukan karena keyakinan khurafat sebagaimana bangsa Romawi dan kaum
Nasrani. Namun hal ini tetaplah tidak bisa menafikan adanya sikap
tasyabbuh (menyerupai) orang kafir dalam salah satu perkara agama
mereka. Selain itu, seorang muslim tidak diperbolehkan menjalin hubungan
cinta dengan seorang wanita yang tidak halal baginya, yang merupakan
pintu menuju zina.
Sikap yang Seharusnya Ditempuh Seorang Muslim
- Tidak ikut merayakannya, menyertai orang yang merayakannya, atau menghadirinya.
- Tidak membantu/mendukung orang kafir dalam perayaan mereka, dengan memberikan hadiah, menyediakan peralatan untuk perayaan itu atau syi’ar-syi’arnya, atau meminjaminya.
- Tidak membantu kaum muslimin yang ikut-ikutan merayakannya. Bahkan ia wajib mengingkari mereka, karena kaum muslimin yang merayakan hari raya orang kafir adalah perbuatan mungkar yang harus diingkari. Dari sini, kaum muslimin tidak boleh pula menjual bingkisan (pernak-pernik) bertema Hari Kasih Sayang, baik pakaian tertentu, mawar merah, kartu ucapan selamat, atau lainnya. Karena memperjualbelikannya termasuk membantu kemungkaran. Sebagaimana juga tidak boleh bagi orang yang diberi hadiah Hari Kasih Sayang untuk menerimanya. Karena, menerimanya mengandung makna persetujuan terhadap perayaan ini.
- Tidak memberikan ucapan selamat Hari Kasih Sayang, karena hari itu bukanlah hari raya kaum muslimin. Dan bila seorang muslim diberi ucapan selamat Hari Kasih Sayang, maka dia tidak boleh membalasnya.
- Menjelaskan hakikat perayaan ini dan hari-hari raya orang kafir yang semisalnya, kepada kaum muslimin yang tertipu dengannya.
(Diringkas dari makalah ‘Idul Hubb, Qishshatuhu, Sya’airuhu, Hukmuhu, karya Ibrahim bin Muhammad Al-Haqil)
1) Adalah upacara ritual kesuburan yang dipersembahkan kepada Lupercus
(dewa kesuburan, dewa padang rumput, dan pelindung ternak) dan Faunus
(dewa alam dan pemberi wahyu). Pada tahun 494 M, Dewan Gereja di bawah
pimpinan Paus Gelasius I mengubah ritual tersebut menjadi perayaan
purifikasi (penyucian diri). Dua tahun kemudian, Paus Gelasius I
mengubah tanggal perayaan, dari tanggal 15 menjadi 14 Februari. (red)
Sumber
http://asysyariah.com/mitos-valentine-day.html
Sumber
http://asysyariah.com/mitos-valentine-day.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar