Oleh: Wira Bachrun Al Bankawi)*
Bulan Rabiul Awwal telah tiba. Di bulan ini banyak dari kaum muslimin
yang mengadakan acara peringatan kelahiran Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam atau yang dikenal dengan acara Maulid Nabi. Bagaimana
sebenarnya hukum perayaan ini? Apakah dibenarkan oleh Islam ataukah
malah sebaliknya? Insya Allah tulisan ringkas ini akan menjelaskan
pandangan syariat terhadap Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Hakikat Perayaan Maulid
Perayaan Maulid tidak pernah dilakukan oleh generasi awal Islam. Al Imam Ash Shakhhawi mengatakan,
“Perayaan maulid tidak pernah dinukilkan dari salah seorang pun dari
dari salafus shalih yang hidup di tiga generasi awal Islam, hanya saja
perayaan ini dimunculkan setelah masa tersebut.”
Kalau bukan dari generasi awal Islam, lantas darimana perayaan ini berasal?
Asy Syaikh Abdullah At Tuwaijiri dalam kitab beliau Al Bid’ah Al
Hauliyyah memaparkan bahwa yang pertama kali mengadakan perayaan Maulid
adalah Bani Ubaid Al Qadah yang menamakan diri mereka sebagai
Fathimiyun. Mereka adalah pendiri sekte sesat Al Baathiniyah yang
berkuasa di Mesir sejak tahun 362 H.
Pada saat itu Fathimiyun menetapkan sekurangnya ada 28 perayaan dalam
setahun dan di antaranya adalah perayaan Maulid Nabi shallallahu alaihi
wasallam. Ini menunjukkan kekeliruan banyak orang yang mengatakan bahwa
orang pertama yang menyelenggarakan Maulid adalah Shalahuddin Al Ayubi,
pahlawan perang salib.
Jika seandainya upacara peringatan maulid Nabi itu betul betul datang
dari agama yang diridhai Allah, niscaya Rasulullah menerangkan kepada
umatnya, atau beliau menjalankan semasa hidupnya, atau paling tidak,
dikerjakan oleh para sahabat. Maka ketika semua itu belum pernah
terjadi, jelaslah bahwa hal itu bukan dari ajaran Islam sama sekali, dan
merupakan perkara yang diada-adakan (bid’ah), di mana Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wa sallam sudah memperingatkan kepada umatnya agar
menjauhinya. Beliau bersabda,
أمَّا بَعْدُ ، فَإنَّ خَيْرَ الحَديثِ كِتَابُ الله ،
وَخَيرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ – صلى الله عليه وسلم – ، وَشَرَّ
الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ بِدْعَة ضَلالَةٌ
“Adapun sesudahnya, sesungguhnya sebaik baik perkataan ialah kitab
Allah (Al Qur’an), dan sebaik baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad
Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan sejelek jelek perbuatan (dalam agama)
ialah yang diada adakan, sedang tiap tiap bid’ah itu kesesatan” ( HR.
Muslim ).
Beberapa Kemungkaran dalam Acara Maulid
1. Banyak orang yang menyelenggarakan peringatan maulid
terjerumus pada perbuatan syirik, yakni ketika mereka menyenandungkan
syair-syair:
يَا رَسُوْلَ اللهِ غَوْثًا و مدد يَا رَسُوْلَ اللهِ عَلَيْكَ الْمُعْتَمِدُ
يَا رَسُوْلَ اللهِ فَرِّجْ كُرْبَنَا مَا رَآك الكرْبُ إِلا و شرَد
“Wahai Rasulullah, berilah kami pertolongan dan bantuan.
Wahai Rasulullah, kami bersandar kepadamu.
Wahai Rasulullah, hilangkanlah derita kami.
Tiadalah derita itu melihatmu, kecuali ia akan lari.”
Seandainya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mendengar
senandung tersebut, tentu beliau akan menghukuminya dengan syirik besar.
Sebab permintaan pertolongan, penyandaran, dan pembebasan dari segala
derita adalah hanya kepada Allah semata.
Allah memerintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar mengatakan kepada segenap manusia,
قُلْ إِنِّي لَا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلَا رَشَدًا
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu
kemudharatan pun kepada kalian dan tidak (pula) sesuatu kemanfaatan’.”
(Al Jin: 21)
Dan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam sendiri bersabda,
إِذَا سَأَلْتَ فَسْأَلِ اللَّهَ ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ
“Bila kamu meminta, mintalah kepada Allah dan bila kamu memohon
pertolongan, maka mohonlah pertolongan kepada Allah.” (HR. At Tirmidzi,
hadits hasan shahih)
2. Mengadakan syariat baru yang tidak diizinkan oleh Allah
Karena tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam, dan tidak pernah pula dilakukan oleh generasi awal Islam, maka
orang yang merayakan Maulid sesungguhnya telah mengada-adakan syariat
baru. Di dalam Al Quran, Allah ta’ala telah melarang perkara ini,
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang
mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (Asy
Syura: 21)
3. Maulid Nabi adalah bentuk penghormatan yang berlebihan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Rasulullah telah melarang kita untuk bersikap berlebihan terhadap diri beliau. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لاَ تطروْنِيْ كَماَ أطرتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ فَقَوُلْوا عَبْدُ اللهِ وَ رَسُوْلِهِ
“Janganlah kalian berlebihan dalam memujiku sebagaimana orang-orang
Nasrani berlebihan dalam memuji Isa bin Maryam. Hanya saja aku adalah
seorang hamba, maka katakanlah ‘Abdullah (hamba Allah) dan Rasul-Nya.”
(HR. Al Bukhari)
4. Maulid Nabi adalah perbuatan meniru orang-orang kafir
Orang-orang Nasrani merayakan hari kelahiran Isa Al Masih, demikian
pula mereka merayakan hari ulang tahun sanak famili mereka. Dan dari
tradisi mereka inilah kaum muslimin mengambil bid’ah Maulid ini. Mereka
merayakan maulid sebagaimana orang-orang Nasrani merayakan maulid Isa Al
Masih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memperingatkan,
مَنْ تَـشَـبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Daud )
5. Seringkali dalam peringatan maulid itu mereka bergadang
hingga tengah malam sehingga para peserta pun meninggalkan shalat shubuh
secara berjamaah, atau malahan meninggalkan shalat shubuh.
6. Harta yang dihabiskan untuk perayaan maulid untuk
dekorasi, lampu hias, hiburan musik dan untuk kebutuhan lainnya cukup
banyak. Ini adalah bentuk penyia-nyiaan harta yang dilarang oleh agama.
Dan masih banyak kemungkaran-kemungkaran yang lain yang bisa kita temukan di dalam perayaan ini.
Kerancuan para Penganjur Acara Maulid
Apabila di antara kita ada yang memperingatkan saudara-saudara kita
tentang bid’ahnya acara maulid, biasanya mereka akan menangkis dengan
jawaban-jawaban. Jawaban ini muncul dari beberapa syubhat (kerancuan)
yang dilontarkan oleh para penganjur acara maulid. Di antaranya adalah:
1. Banyak kok orang yang ikut merayakan, bahkan di antara mereka tokoh masyarakat dan tokoh agama
Mungkin ini jawaban yang akan dilontarkan pertama kali. Maka kita
jawab bahwa patokan standar kita dalam beragama adalah Al Quran dan As
Sunnah, bukan ucapan orang-perorang atau karena menuruti kebanyakan
manusia.
Di dalam Al Qur’an Allah berfirman,
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini,
niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (Al-An’am: 116)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيهِ أمرُنا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang beramal dengan sebuah amalan yang bukan dari ajaran
kami maka amalan itu akan tertolak.” (HR. Al Bukhari Muslim)
Sahabat Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu berkata,
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَ إِنْ رَآهاَ النَّاسُ حَسَنَةً
“Setiap bid’ah adalah sesat, meskipun oleh manusia hal itu dianggap sebuah kebaikan.”
2. Ini sudah menjadi adat istiadat kita
Kerancuan selanjutnya, sebagian orang mengatakan bahwa hal ini sudah
menjadi adat istiadat di tengah masyarakat, maka kita pun ikut
melestarikannya. Maka kita jawab bahwa tidak semua hal yang telah
menjadi adat istiadat itu perlu dilestarikan. Adat istiadat kita yang
berkesesuaian dengan syariat seperti sopan-santun, silaturrahim, dan
gotong royong memang harus terus terus kita lestarikan. Adapun yang
tidak sesuai dengan syariat apakah akan kita kekalkan? Jawabannya tentu
tidak, dan harus kita tinggalkan.
3. Memang ini Bid’ah, tapi ini Bid’ah yang hasanah, bid’ah yang baik
Ini adalah anggapan yang keliru, karena Rasulullah telah menegaskan
kepada kita bahwa semua bid’ah itu adalah kesesatan walaupun kelihatnya
baik. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
وَشّرُّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلًّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِيْ النَّارِ
“Sejelek-jelek perkara adalah perkara yang baru (dalam agama). Semua
perkara yang baru dalam agama adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah
kesesatan, dan semua kesesatan tempatnya di neraka.” (HR. An Nasa’i)
Kalau ada bid’ah yang baik, kenapa Rasulullah menghukuminya dengan kesesatan? Bahkan mengabarkan bahwa tempatnya ada di neraka?
4. Ini adalah bentuk kecintaan kami kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
Kalau memang begitu tujuan orang-orang yang merayakan maulid, maka
kita katakan bahwa cara mencintai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
adalah dengan mengikuti tuntunan beliau dan menjadikan beliau suri
tauladan, bukan malah menyelisihi beliau.
Allah berfirman,
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan apa yang dibawa Rasul kepadamu, maka terimalah ia, dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah ia, dan bertaqwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah keras siksaan- Nya.” (Al Hasyr: 7)
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ
كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
sallam suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang orang yang
mengharap (rahmat) Allah, dan (kedatangan) hari kiamat, dan dia banyak
menyebut Allah.” (Al Ahzab: 21)
Selain itu rasa cinta kepada beliau juga bisa ditunjukkan dengan memperbanyak shalawat kepada beliau.
Allah berfirman,
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan Malaikat malaikat-Nya bershalawat kepada
Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian atas Nabi dan
ucapkanlah salam dengan penghormatan kepadanya” (Al Ahzab: 56).
Dan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْراً
“Barang siapa yang mengucapkan shalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali lipat.” (HR. Muslim)
5. Mereka mengatakan bahwa orang yang melarang maulid adalah
orang munafik yang tidak mencintai nabi Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam
Sebagian golongan mengatakan bahwa orang yang mengingkari peringatan
Maulid Nabi adalah orang munafik yang tidak mencintai nabi. Bahkan
mereka membuat gelaran-gelaran buruk bagi yang menyelisihi mereka
semisal julukan Wahhabi, GAM (Gerakan Anti Maulid) dan julukan-julukan
jelek lainnya. Padahal pengingkaran terhadap maulid nabi adalah amar
ma’ruf nahi munkar yang diperintahkan oleh agama.
Allah ta’ala berfirman,
وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِناَتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيآءُ بَعْضٍ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar.” (At Taubah: 71)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ رَأى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ ،
فَإنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ ، فَإنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ
، وَذَلِكَ أضْعَفُ الإيمَانِ
“Barangsiapa dari kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaknya dia
ubah dengan tangannya. Apabila dia tak mampu, maka dengan lisannya.
Apabila dia tak mampu, maka dengan hatinya, dan ini adalah
selemah-lemahnya iman.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Adapun kecintaan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah
ditunjukkan dengan seremoni semacam ini. Kecintaan kepada nabi hendaknya
dengan meneladani beliau dalam segenap aspek kehidupan sebagaimana yang
telah disampaikan di atas.
Penutup dan Nasihat
Demikianlah sedikit paparan yang bisa disampaikan tentang pandangan
Islam terhadap perayaan maulid nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sebelum kita akhiri, ada baiknya kita sedikit merenung bahwa agama Islam
ini sudah sempurna. Allah ta’ala berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah
Kucukupkan kepadamu ni’matKu, dan telah Kuridlai Islam itu sebagai agama
bagimu” ( QS. Al Maidah, 3 ).
Sesuatu yang sudah sempurna itu tidak perlu ditambah-tambahi. Perkara
agama yang tidak pernah diamalkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam dan juga generasi awal Islam jangan pula kita ada-adakan lalu
kita amalkan. Marilah kita cukupkan dengan mengamalkan apa yang
diajarkan oleh beliau. Apakah semua tuntunan beliau sudah kita amalkan
dan kita merasa kurang sehingga perlu membuat syariat baru? Jawabannya
tentu tidak.
Wallahu a’lam bisshawab, shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
~Ditulis di Hadramaut, 3 Rabi’ul Awwal 1433 H – 26 Januari 2012 M. Diselesaikan menjelang maghrib~
Referensi:
- At Tahdzir minal Bida’, karya Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, mufti Saudi Arabia
- Manhaj Firqatun Naajiyah, Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
- Bid’ah Hauliyyah, Asy Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz At Tuwaijiri
- Al Maulud An Nabawi Taarikhihi, Nashir bin Yahya Al Hunaini
)* Penulis adalah alumni Pondok Pesantren Al Bayyinah, Sidayu-Gresik.
Sekarang menimba ilmu di Darul Hadits Syihir, Hadramaut -Yaman.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar