Google Search




Selasa, 31 Januari 2012

Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam Timbangan Islam

Oleh: Wira Bachrun Al Bankawi)*

Bulan Rabiul Awwal telah tiba. Di bulan ini banyak dari kaum muslimin yang mengadakan acara peringatan kelahiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam atau yang dikenal dengan acara Maulid Nabi. Bagaimana sebenarnya hukum perayaan ini? Apakah dibenarkan oleh Islam ataukah malah sebaliknya? Insya Allah tulisan ringkas ini akan menjelaskan pandangan syariat terhadap Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.


Hakikat Perayaan Maulid

Perayaan Maulid tidak pernah dilakukan oleh generasi awal Islam. Al Imam Ash Shakhhawi mengatakan,

“Perayaan maulid tidak pernah dinukilkan dari salah seorang pun dari dari salafus shalih yang hidup di tiga generasi awal Islam, hanya saja perayaan ini dimunculkan setelah masa tersebut.”


Kalau bukan dari generasi awal Islam, lantas darimana perayaan ini berasal?

Asy Syaikh Abdullah At Tuwaijiri dalam kitab beliau Al Bid’ah Al Hauliyyah memaparkan bahwa yang pertama kali mengadakan perayaan Maulid adalah Bani Ubaid Al Qadah yang menamakan diri mereka sebagai Fathimiyun. Mereka adalah pendiri sekte sesat Al Baathiniyah yang berkuasa di Mesir sejak tahun 362 H.

Pada saat itu Fathimiyun menetapkan sekurangnya ada 28 perayaan dalam setahun dan di antaranya adalah perayaan Maulid Nabi shallallahu alaihi wasallam. Ini menunjukkan kekeliruan banyak orang yang mengatakan bahwa orang pertama yang menyelenggarakan Maulid adalah Shalahuddin Al Ayubi, pahlawan perang salib.

Jika seandainya upacara peringatan maulid Nabi itu betul betul datang dari agama yang diridhai Allah, niscaya Rasulullah menerangkan kepada umatnya, atau beliau menjalankan semasa hidupnya, atau paling tidak, dikerjakan oleh para sahabat. Maka ketika semua itu belum pernah terjadi, jelaslah bahwa hal itu bukan dari ajaran Islam sama sekali, dan merupakan perkara yang diada-adakan (bid’ah), di mana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam sudah memperingatkan kepada umatnya agar menjauhinya. Beliau bersabda,

أمَّا بَعْدُ ، فَإنَّ خَيْرَ الحَديثِ كِتَابُ الله ، وَخَيرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ – صلى الله عليه وسلم – ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ بِدْعَة ضَلالَةٌ

“Adapun sesudahnya, sesungguhnya sebaik baik perkataan ialah kitab Allah (Al Qur’an), dan sebaik baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan sejelek jelek perbuatan (dalam agama) ialah yang diada adakan, sedang tiap tiap bid’ah itu kesesatan” ( HR. Muslim ).

Beberapa Kemungkaran dalam Acara Maulid

1. Banyak orang yang menyelenggarakan peringatan maulid terjerumus pada perbuatan syirik, yakni ketika mereka menyenandungkan syair-syair:

يَا رَسُوْلَ اللهِ غَوْثًا و مدد يَا رَسُوْلَ اللهِ عَلَيْكَ الْمُعْتَمِدُ
يَا رَسُوْلَ اللهِ فَرِّجْ كُرْبَنَا مَا رَآك الكرْبُ إِلا و شرَد

“Wahai Rasulullah, berilah kami pertolongan dan bantuan.
Wahai Rasulullah, kami bersandar kepadamu.
Wahai Rasulullah, hilangkanlah derita kami.
Tiadalah derita itu melihatmu, kecuali ia akan lari.”

Seandainya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mendengar senandung tersebut, tentu beliau akan menghukuminya dengan syirik besar. Sebab permintaan pertolongan, penyandaran, dan pembebasan dari segala derita adalah hanya kepada Allah semata.

Allah memerintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar mengatakan kepada segenap manusia,

قُلْ إِنِّي لَا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلَا رَشَدًا

“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudharatan pun kepada kalian dan tidak (pula) sesuatu kemanfaatan’.” (Al Jin: 21)

Dan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam sendiri bersabda,

إِذَا سَأَلْتَ فَسْأَلِ اللَّهَ ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ

“Bila kamu meminta, mintalah kepada Allah dan bila kamu memohon pertolongan, maka mohonlah pertolongan kepada Allah.” (HR. At Tirmidzi, hadits hasan shahih)

2. Mengadakan syariat baru yang tidak diizinkan oleh Allah

Karena tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, dan tidak pernah pula dilakukan oleh generasi awal Islam, maka orang yang merayakan Maulid sesungguhnya telah mengada-adakan syariat baru. Di dalam Al Quran, Allah ta’ala telah melarang perkara ini,

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (Asy Syura: 21)

3. Maulid Nabi adalah bentuk penghormatan yang berlebihan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

Rasulullah telah melarang kita untuk bersikap berlebihan terhadap diri beliau. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ تطروْنِيْ كَماَ أطرتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ فَقَوُلْوا عَبْدُ اللهِ وَ رَسُوْلِهِ

“Janganlah kalian berlebihan dalam memujiku sebagaimana orang-orang Nasrani berlebihan dalam memuji Isa bin Maryam. Hanya saja aku adalah seorang hamba, maka katakanlah ‘Abdullah (hamba Allah) dan Rasul-Nya.” (HR. Al Bukhari)

4. Maulid Nabi adalah perbuatan meniru orang-orang kafir

Orang-orang Nasrani merayakan hari kelahiran Isa Al Masih, demikian pula mereka merayakan hari ulang tahun sanak famili mereka. Dan dari tradisi mereka inilah kaum muslimin mengambil bid’ah Maulid ini. Mereka merayakan maulid sebagaimana orang-orang Nasrani merayakan maulid Isa Al Masih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memperingatkan,

مَنْ تَـشَـبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Daud )

5. Seringkali dalam peringatan maulid itu mereka bergadang hingga tengah malam sehingga para peserta pun meninggalkan shalat shubuh secara berjamaah, atau malahan meninggalkan shalat shubuh.

6. Harta yang dihabiskan untuk perayaan maulid untuk dekorasi, lampu hias, hiburan musik dan untuk kebutuhan lainnya cukup banyak. Ini adalah bentuk penyia-nyiaan harta yang dilarang oleh agama.

Dan masih banyak kemungkaran-kemungkaran yang lain yang bisa kita temukan di dalam perayaan ini.


Kerancuan para Penganjur Acara Maulid

Apabila di antara kita ada yang memperingatkan saudara-saudara kita tentang bid’ahnya acara maulid, biasanya mereka akan menangkis dengan jawaban-jawaban. Jawaban ini muncul dari beberapa syubhat (kerancuan) yang dilontarkan oleh para penganjur acara maulid. Di antaranya adalah:

1. Banyak kok orang yang ikut merayakan, bahkan di antara mereka tokoh masyarakat dan tokoh agama

Mungkin ini jawaban yang akan dilontarkan pertama kali. Maka kita jawab bahwa patokan standar kita dalam beragama adalah Al Quran dan As Sunnah, bukan ucapan orang-perorang atau karena menuruti kebanyakan manusia.

Di dalam Al Qur’an Allah berfirman,

وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (Al-An’am: 116)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيهِ أمرُنا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang beramal dengan sebuah amalan yang bukan dari ajaran kami maka amalan itu akan tertolak.” (HR. Al Bukhari Muslim)

Sahabat Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu berkata,

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَ إِنْ رَآهاَ النَّاسُ حَسَنَةً

“Setiap bid’ah adalah sesat, meskipun oleh manusia hal itu dianggap sebuah kebaikan.”

2. Ini sudah menjadi adat istiadat kita

Kerancuan selanjutnya, sebagian orang mengatakan bahwa hal ini sudah menjadi adat istiadat di tengah masyarakat, maka kita pun ikut melestarikannya. Maka kita jawab bahwa tidak semua hal yang telah menjadi adat istiadat itu perlu dilestarikan. Adat istiadat kita yang berkesesuaian dengan syariat seperti sopan-santun, silaturrahim, dan gotong royong memang harus terus terus kita lestarikan. Adapun yang tidak sesuai dengan syariat apakah akan kita kekalkan? Jawabannya tentu tidak, dan harus kita tinggalkan.

3. Memang ini Bid’ah, tapi ini Bid’ah yang hasanah, bid’ah yang baik

Ini adalah anggapan yang keliru, karena Rasulullah telah menegaskan kepada kita bahwa semua bid’ah itu adalah kesesatan walaupun kelihatnya baik. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَشّرُّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلًّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِيْ النَّارِ

“Sejelek-jelek perkara adalah perkara yang baru (dalam agama). Semua perkara yang baru dalam agama adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah kesesatan, dan semua kesesatan tempatnya di neraka.” (HR. An Nasa’i)

Kalau ada bid’ah yang baik, kenapa Rasulullah menghukuminya dengan kesesatan? Bahkan mengabarkan bahwa tempatnya ada di neraka?

4. Ini adalah bentuk kecintaan kami kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

Kalau memang begitu tujuan orang-orang yang merayakan maulid, maka kita katakan bahwa cara mencintai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah dengan mengikuti tuntunan beliau dan menjadikan beliau suri tauladan, bukan malah menyelisihi beliau.

Allah berfirman,

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan apa yang dibawa Rasul kepadamu, maka terimalah ia, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah ia, dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah keras siksaan- Nya.” (Al Hasyr: 7)

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang orang yang mengharap (rahmat) Allah, dan (kedatangan) hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah.” (Al Ahzab: 21)

Selain itu rasa cinta kepada beliau juga bisa ditunjukkan dengan memperbanyak shalawat kepada beliau. 

Allah berfirman,

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Sesungguhnya Allah dan Malaikat malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian atas Nabi dan ucapkanlah salam dengan penghormatan kepadanya” (Al Ahzab: 56).

Dan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْراً

“Barang siapa yang mengucapkan shalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali lipat.” (HR. Muslim)

5. Mereka mengatakan bahwa orang yang melarang maulid adalah orang munafik yang tidak mencintai nabi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

Sebagian golongan mengatakan bahwa orang yang mengingkari peringatan Maulid Nabi adalah orang munafik yang tidak mencintai nabi. Bahkan mereka membuat gelaran-gelaran buruk bagi yang menyelisihi mereka semisal julukan Wahhabi, GAM (Gerakan Anti Maulid) dan julukan-julukan jelek lainnya. Padahal pengingkaran terhadap maulid nabi adalah amar ma’ruf nahi munkar yang diperintahkan oleh agama.

Allah ta’ala berfirman,

وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِناَتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيآءُ بَعْضٍ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar.” (At Taubah: 71)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ رَأى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ ، فَإنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ ، فَإنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ ، وَذَلِكَ أضْعَفُ الإيمَانِ

“Barangsiapa dari kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaknya dia ubah dengan tangannya. Apabila dia tak mampu, maka dengan lisannya. Apabila dia tak mampu, maka dengan hatinya, dan ini adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Adapun kecintaan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah ditunjukkan dengan seremoni semacam ini. Kecintaan kepada nabi hendaknya dengan meneladani beliau dalam segenap aspek kehidupan sebagaimana yang telah disampaikan di atas.


Penutup dan Nasihat

Demikianlah sedikit paparan yang bisa disampaikan tentang pandangan Islam terhadap perayaan maulid nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebelum kita akhiri, ada baiknya kita sedikit merenung bahwa agama Islam ini sudah sempurna. Allah ta’ala berfirman,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu ni’matKu, dan telah Kuridlai Islam itu sebagai agama bagimu” ( QS. Al Maidah, 3 ).

Sesuatu yang sudah sempurna itu tidak perlu ditambah-tambahi. Perkara agama yang tidak pernah diamalkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga generasi awal Islam jangan pula kita ada-adakan lalu kita amalkan. Marilah kita cukupkan dengan mengamalkan apa yang diajarkan oleh beliau. Apakah semua tuntunan beliau sudah kita amalkan dan kita merasa kurang sehingga perlu membuat syariat baru? Jawabannya tentu tidak.

Wallahu a’lam bisshawab, shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

~Ditulis di Hadramaut, 3 Rabi’ul Awwal 1433 H – 26 Januari 2012 M. Diselesaikan menjelang maghrib~
Referensi:
- At Tahdzir minal Bida’, karya Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, mufti Saudi Arabia
- Manhaj Firqatun Naajiyah, Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
- Bid’ah Hauliyyah, Asy Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz At Tuwaijiri
- Al Maulud An Nabawi Taarikhihi, Nashir bin Yahya Al Hunaini

)* Penulis adalah alumni Pondok Pesantren Al Bayyinah, Sidayu-Gresik. Sekarang menimba ilmu di Darul Hadits Syihir, Hadramaut -Yaman.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar